Cianjur (ANTARA) - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II B Cianjur, Jawa Barat, mencatat dari seratusan mantan warga binaannya yang bebas setelah mendapat asimilasi COVID-19, menujukan perilaku baik karena hingga saat ini belum ada yang ditangkap kembali karena melakukan tindak kriminal.
Kepala LP Cianjur, Heri Aris Susila saat dihubungi Kamis, menilai pembinaan terhadap 126 orang napi yang mendapat asimiliasi di lapas Cianjur yang berbasis pesantren, membuat mantan warga binaan benar-benar menerapkannya dalam kehidupan setelah mendapat kebebasan.
"Mereka yang mendapat asimilasi tersebut, sudah berdasarkan hasil seleksi dan berbagai pertimbangan seperti lamanya masa tahanan dan perilaku selama menjalani masa tahanan. Kami menilai karakter mereka yang mendapat asimilasi sudah berobah total, sehingga saat keluar mereka akan kembali ke jalan yang benar," katanya.
Sehingga pihaknya berharap mereka yang mendapat kebebasan tersebut, tidak kembali menjadi pesakitan karena sudah dibekali ilmu agama dan pendidikan layaknya pesantren selama menjadi warga binaan dengan ditempa akhlak serta kepribadianya menjadi lebih baik.
"Pola pembinaan di lapas yang humanis dan mengedepankan pendidikan karakter melaui pondok pesantren membuat mayoritas narapidana mengalami perbaikan selama di dalam lapas. Narapidana setiap harinya menjalani pendidikan kegamaan dari ustad dan kyai yang datang ke lapas," katanya.
Narapidana yang beragama islam setiap harinya, ungkap dia diwajibkan melakukan sholat berjamaah, mengaji, mendengarkan tausiyah dari ustad dan kyai yang datang, hal tersebut selama ini membuat kepribadian warga binaan banyak yang berubah dan benar-benar taubat untuk tidak lagi melakukan perbuatan kriminal.
Selama ini, tutur dia, mereka yang sudah bebas hanya beberapa orang diantaranya kembali melakukan tindak kriminal dan kembali menjadi warga binaan. Namun untuk seratusan mantan napi yang mendapat asimilasi diharapkan tidak ada satupun yang kembali mengulangi kesalahan dan menjadi warga binaan.
"Kami juga berharap warga dilingkungan tempat tinggalnya dapat menerima mereka dan terus mendampingi agar mereka tidak kembali melakukan kesalahan. Kepercayaan diri mereka akan kembali jika warga sekitar dapat menerima mereka seperti warga biasa," katanya.
Kepala LP Cianjur, Heri Aris Susila saat dihubungi Kamis, menilai pembinaan terhadap 126 orang napi yang mendapat asimiliasi di lapas Cianjur yang berbasis pesantren, membuat mantan warga binaan benar-benar menerapkannya dalam kehidupan setelah mendapat kebebasan.
"Mereka yang mendapat asimilasi tersebut, sudah berdasarkan hasil seleksi dan berbagai pertimbangan seperti lamanya masa tahanan dan perilaku selama menjalani masa tahanan. Kami menilai karakter mereka yang mendapat asimilasi sudah berobah total, sehingga saat keluar mereka akan kembali ke jalan yang benar," katanya.
Sehingga pihaknya berharap mereka yang mendapat kebebasan tersebut, tidak kembali menjadi pesakitan karena sudah dibekali ilmu agama dan pendidikan layaknya pesantren selama menjadi warga binaan dengan ditempa akhlak serta kepribadianya menjadi lebih baik.
"Pola pembinaan di lapas yang humanis dan mengedepankan pendidikan karakter melaui pondok pesantren membuat mayoritas narapidana mengalami perbaikan selama di dalam lapas. Narapidana setiap harinya menjalani pendidikan kegamaan dari ustad dan kyai yang datang ke lapas," katanya.
Narapidana yang beragama islam setiap harinya, ungkap dia diwajibkan melakukan sholat berjamaah, mengaji, mendengarkan tausiyah dari ustad dan kyai yang datang, hal tersebut selama ini membuat kepribadian warga binaan banyak yang berubah dan benar-benar taubat untuk tidak lagi melakukan perbuatan kriminal.
Selama ini, tutur dia, mereka yang sudah bebas hanya beberapa orang diantaranya kembali melakukan tindak kriminal dan kembali menjadi warga binaan. Namun untuk seratusan mantan napi yang mendapat asimilasi diharapkan tidak ada satupun yang kembali mengulangi kesalahan dan menjadi warga binaan.
"Kami juga berharap warga dilingkungan tempat tinggalnya dapat menerima mereka dan terus mendampingi agar mereka tidak kembali melakukan kesalahan. Kepercayaan diri mereka akan kembali jika warga sekitar dapat menerima mereka seperti warga biasa," katanya.