Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-Beom, memaparkan sejumlah strategi Korea Selatan dalam menghadapi lonjakan kasus COVID-19 tanpa menerapkan kebijakan lockdown atau karantina menyeluruh di negara tersebut.

“Kami mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal. Kami tidak menerapkan lockdown, namun kami melakukan upaya maksimal untuk membendung penyebaran wabah tersebut,” kata Dubes Kim melalui konferensi video bertajuk ‘How Korea deals with COVID-19’ di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Korea Selatan dapat disimpulkan dalam empat poin penting.

Pertama adalah langkah tes yang agresif yang disebut sebagai inti dari upaya melawan COVID-19. “Kami dapat melakukan sebanyak 20.000 tes per hari dan hingga kini, kami sudah melakukan sebanyak 466.000 tes,” ujarnya.

Guna mempercepat tes tersebut, Korea Selatan menciptakan metode yang aman, cepat, dan nyaman, yakni melalui tes drive-through, yakni di mana masyarakat tak perlu turun dari kendaraan masing-masing untuk dapat dites. Proses tes dapat dilakukan di bawah sepuluh menit dengan cara yang juga aman bagi para pekerja medis.

“Yang kedua adalah pelacakan (tracing). Kami menggunakan berbagai metode untuk melacak dan mengobati mereka yang melakukan kontak dengan pasien yang positif,” katanya.

Dia menambahkan bahwa upaya tracing dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan jejak rekam transaksi kartu kredit, rekaman kamera CCTV, rekam jejak aplikasi telepon genggam, hingga rekam jejak GPS mobil dari mereka yang dikonfirmasi positif terjangkit virus corona.

Informasi terkait lokasi tertentu kemudian diberikan kepada publik sehingga mereka yang mungkin bertemu dengan pasien positif COVID-19 dapat melakukan tes.

Perawatan pasien positif COVID-19 menjadi langkah ketiga dalam upaya Pemerintah Korea Selatan. “Kami melihat deteksi awal dan perawatan intensif pada fase awal sebagai kunci,” kata Dubes Kim.

Pasien juga dibagi dalam empat kategori, yakni ringan, sedang, berat, dan sangat berat, sesuai dengan gejala yang ditunjukkan.

Mereka dengan gejala ringan dirawat di fasilitas yang disebut dengan Leading Treatment Centers, sementara pasien dengan gejala sedang, berat dan sangat berat segera dibawa ke salah satu dari 67 rumah sakit khusus COVID-19 yang disiapkan.

Poin keempat dan terakhir adalah kesadaran dan partisipasi sipil. “Dalam kasus kami, transparansi dan kepercayaan publik yang tinggi (terhadap pemerintah -red) menjadi aspek penting dalam praktek pembatasan sosial (social distancing) di seluruh bagian negara,” tambahnya.

Dia menjelaskan bahwa transparansi pemerintah memiliki pengaruh besar terhadap kepercayaan masyarakat.

Warga Korea Selatan, lanjutnya, terbilang cukup rasional dan bertanggung jawab dalam mengkonsumsi kebutuhan sehari-hari, dan banyak yang melakukan karantina mandiri.

“Langkah pencegahan seperti social distancing dapat memperlambat penyebaran virus dengan efektif,” kata Kim.

Ia mengatakan kini Korea Selatan telah melewati fase terburuk dari penyebaran virus corona di negara tersebut. Pada akhir Februari lalu, dia menyebut Korsel melaporkan kurang dari 50 kasus baru.
 


Pewarta : Aria Cindyara
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024