Manado (ANTARA) - Keluarga Almarhum Pendeta Alexander Werupangkey (54), guru SMK Ichtus, yang dianiaya dan dihujani 14 tikaman hingga tewas oleh siswanya sendiri, protes dan tak terima dengan tuntutan 10 dan tujuh tahun kepada dua terdakwa, dalam sidang Selasa sore. 

"Itu adalah tuntutan maksimal versi jaksa, sebab dianggap sudah sesuai dengan UU perlindungan anak (PA), tetapi kami minta penuntut umum, menjelaskan tentang hal tersebut kepada keluarga korban," kata Penasihat hukum keluarga korban, Yuddi Robot, SH, di Manado, usai sidang. 

Dia mengatakan, karena memang itu adalah aturan hukum, jaksa harus menjelaskan dengan benar, agar keluarga korban, tidak protes, sebab itu juga merupakan salah satu edukasi kepada masyarakat. 

Karena itu, sebagai wakil keluarga korban, Yuddi berharap kiranya hakim tetap objektif, dalam mengambil keputusan nantinya pada 2 Desember 2019, mengingat korban adalah seorang guru dan pendeta, dan di tanah Minahasa, pendeta adalah figur yang sangat dihormati. 

Dia berharap hakim memberikan keputusan yang seadil-adilnya karena kerugian yang dialami keluarga korban, sudah kehilangan suami dan saudara jadi tidak tergantikan atau terbayarkan. 

Sementara istri korban, Silvia Walalangi, menangis histeris ketika mendengarkan tuntutan JPU, Zulhia Manise, S.H, karena merasa itu terlalu ringan, dan minta agar keduanya dihukum berat. 

Silvia yang dirangkul, sahabat baiknya Ibu Manoppo, berjalan keluar dari PN sambil menangis, karena tidak terima atas tuntutan itu dan tetap berharap ada keadilan bagi suaminya yang meninggal akibat ulah kedua siswanya. 

Terdakwa I, FL alias Fadly (16) dituntut 10 tahun penjara dan terdakwa dua, OU alias Odi (17) dituntut tujuh tahun penjara, dalam sidang digelar tertutup untuk umum di PN Manado yang dipimpin Franklyn Tamara, S.H dan dikawal ketat aparat kepolisian. *** 

 

Pewarta : Joyce Hestyawatie B
Editor : Jorie MR Darondo
Copyright © ANTARA 2024