Manado (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) melaporkan temuan uang palsu di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) hingga bulan Agustus 2019 mengalami penurunan sebesar 78 persen.

"Jika dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu, temuan upal di Sulut turun 78 persen dari tahun 2018 sebanyak 616 lembar dan di tahun 2019 sebanyak 135 lembar," kata Kepala BI Perwakilan Sulut Arbonas Hutabarat di Manado, Senin.

Dia mengatakan hingga Agustus 2019, BI Sulut telah menemukan 135 lembar uang palsu. Uang palsu itu didominasi berasal dari Kota Manado.

Pihaknya telah menemukan 135 lembar uang palsu yang beredar di wilayah Sulut hingga Agustus 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 118 lembar berasal dari Kota Manado.

Dia menjelaskan bahwa secara detail, 73 persen atau sebanyak 99 lembar temuan uang palsu hingga Agustus 2019 berasal dari verifikasi perbankan. Selanjutnya, 9 persen atau 12 lembar berasal dari laporan masyarakat yang datang langsung ke Bank Indonesia (BI).

Dari sisi pecahan, BI Sulut melaporkan bahwa 58 persen atau 78 lembar uang palsu tersebut berbentuk pecahan nominal 100.000 rupiah. Sisanya, 41 persen atau 56 lembar berbentuk pecahan nominal 50.000 dan hanya 1 lembar yang berbentuk pecahan nominal 20.000.

"hal ini perlu diwaspadai, walaupun terjadi penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya," jelasnya.

Sehingga BI, katanya, melakukan Sosialisasi Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center dan Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah. Lewat kegiatan sosialisasi tersebut, Arbonas menegaskan ingin melakukan penyegaran kembali pemahaman mengenai keaslian mata uang rupiah.

Forum tersebut juga menjadi wadah bagi para peserta yang berasal dari kalangan perbankan untuk mendiskusikan temuan terbaru serta berbagi pengalaman.

“Dengan adanya sosialisasi ini, perbankan akan terbantu untuk menyegarkan kembali apa yang perlu mereka lakukan untuk membantu BI mengurangi atau memberantas pemalsuan uang,” jelasnya.

Arbonas mengungkapkan sudah melakukan 24 kali kegiatan sosialisasi ciri keaslian mata uang rupiah. Adapun, sebanyak 10 kali dilakukan di Kota Manado dan 14 kali tersebar di beberapa kabupaten.

Dia menambahkan biasanya pengedar uang palsu menyasar kalangan masyarakat menengah ke bawah. Para pelaku membidik pasar orang dengan berpendidikan rendah dan menjalankan usaha yang membutuhkan transaksi cepat.

Arbonas menekankan peredaran uang palsu sangat merugikan dari sisi ekonomi. Peredaran uang palsu 10 persen dari total uang asli, misalnya, akan menambah jumlah uang beredar yang statistiknya tidak dimiliki oleh bank sentral sehingga berpotensi menimbulkan inflasi di masyarakat.

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw

Copyright © ANTARA 2024