Palu (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah menyebut banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, ada kaitannya dengan menurunnya daya dukung lingkungan.

"Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah yang masif melakukan eksploitasi sumber daya alam berbasis lahan," ucap Manager Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Sulawesi Tengah, Stevandi, di Palu, Ahad.

Eksploitasi SDA berbasis lahan itu, tentu di ikutkan dengan praktek pembabatan hutan yang kemudian berdampak terjadinya deforestasi hutan (perubahan lahan hutan menjadi non-hutan).

Praktek tersebut, dinilai oleh Walhi Sulteng, memberikan kontribusi besar terhadap penurunan daya dukung atau kualitas lingkungan, yang memberikan dampak terjadinya erosi dan banjir.

Dalam catatan Walhi, tercatat 189 Izin Usaha Pertambangan yang terbit di Morowali pada tahun 2012. "Dampak dari buruknya lingkungan yang terjadi saat ini, merupakan hasil dari kebijakan pemerintah daerah," ucap Stevandi.

Menurut Walhi Sulteng, mestinya pemerintah daerah sebelum mengeluarkan kebijakan, harus benar-benar mempertimbangkan aspek lingkungan, agar tidak terjadi dampak dari buruknya lingkungan, seperti banjir yang terjadi saat ini.

Data Walhi Sulteng menyebutkan bahwa terdapat sekitar 6.000 hektare lahan yang dapat di katakan kritis, di Kabupaten Morowali. "Ini data awal berdasarkan pencitraan satelit. Kami akan investigasi lebih mendalam untuk konkritkan data 6.000 lahan kritis di Morowali," ujar dia.

Walaupun itu data awal, namun cukup fantastis dan memberikan dampak besar terhadap masyarakat bila terjadi bencana alam. Olehnya, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah perbaikan lingkungan, misalnya melakukan reboisasi.

Sebelumnya, arus lalu lintas Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara tertutup total karena sebuah jembatan permanen di Sungai Dampala, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, hanyut dibawa banjir, Sabtu dinihari.

Keterangan yang dikumpulkan Antara dari warga Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sabtu, menyebutkan bahwa jembatan Dampala ini merupakan penghubung utama antara ibu kota Kabupaten Morowali dengan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), sebuah kawasan indusri pertambangan nikel terbesar di Indonesia yang mempekerjakan lebih dari 30.000 tenaga kerja.

"Jembatan ini adalah jalur satu-satunya menuju kawasan IMIP, selanjutnya ke perbatasan Sulteng-Sultra di Konawe Utara (Sultra), tidak ada jalur alternatif," ujar Ronal, seorang warga Desa Bahodopi.

Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XIV Kementerian PUPR sedang mengerahkan sejumlah jembatan (darurat) besi (bally) untuk dipasang di jembatan Dampala, Kabupaten Morowali, Sulteng, guna menormalisasi arus lalu lintas di jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulteng dan Sultra yang putus total pada Sabtu (8/6) pagi.

"Kami masih mengumpulkan sejumlah kerangka jembatan 'bally' dari berbagai tempat karena kita butuh agak banyak, sebab bentangan jembatan yang putus itu cukup panjang," kata Nurhasna, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 37 BPJN XIV Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR yang dihubungi di Morowali, Sabtu siang.

Menurut Nurhasna, jembatan yang putus itu terletak di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, sekitar 90 kilometer dari ibu kota kabupaten, tetapi dekat dengan kawasan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), sebuah kawasan indusri pertambangan nikel terbesar di Indonesia.

Jembatan ini sebenarnya sudah mulai terancam putus saat banjir beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah karena oprit jembatan ke arah Bungku sudah mulai tergerus air. Pada saat hujan deras tiga hari terakhir ini, air kemudian menghantam pilar bagian tengah dan oprit sehingga badan jembatan itu ambruk pada Sabtu (8/6) pagi," ujarnya.

 

Pewarta : Muhammad Hajiji
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024