Manado, (Antaranews Sulut) - Sebagai salah satu negara merdeka di dunia, Indonesia berhak mengadakan hubungan dengan negara-negara lain di dunia sebagai bentuk peran serta Indonesia dalam pergaulan dunia.

Indonesia relatif banyak menjalin hubungan bilateral dengan negara-negara di berbagai benua.

Memiliki kesamaan serta kedekatan budaya akan memberikan penguatan bagi suatu hubungan. Ciri inilah yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan Tiongkok.

Hubungan Indonesia dan Tiongkok adalah salah satu hubungan yang sangat penting, baik untuk Indonesia maupun untuk Tiongkok sendiri.

Indonesia dan Tiongkok merupakan negara besar di antara negara-negara di Asia dari segi wilayah dan penduduk.

Tiongkok adalah negara yang paling padat penduduknya di dunia, sedangkan Indonesia memiliki populasi terbesar ke-4 di dunia. Indonesia dan Tiongkok adalah anggota APEC dan ekonomi utama dari G-20.

Tiongkok memiliki ekonomi paling besar dan paling kompleks di dunia beserta dengan beberapa masa kejayaan dan kejatuhan.

Sejak diperkenalkannya reformasi ekonomi pada tahun 1978, Tiongkok menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Per 2013, negara ini menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, serta menjadi eksportir dan importir terbesar di dunia.

Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Dr. Joubert Barens Maramis mengatakan bahwa Indonesia harus membuka diri jika ingin maju.

Baginya, sepanjang hubungan bilateral itu menguntungkan kedua belah pihak maka sah-sah saja hubungan tersebut.

Tidak bisa dipungkiri saat ini Tiongkok adalah negara superpower di Asia, dilihat dari kekuatan ekonominya.

Perkembangan teknologi dan sains maju pesat di samping banyaknya investor Tiongkok yang ingin investasi di Asia. Hal ini peluang yang harus diambil.

Di bidang politik, kata Joubert Barens Maramis, Tiongkok mulai memperkuat posisinya di Asia, dan sangat kuat hubungannya dengan Rusia.

Hubungan politik dengan Tiongkok, katanya lagi, bukan berarti Indonesia mengadopsi sistem politik dalam negeri mereka karena Indonesia punya sistem politik yang berbeda.

Namun, baginya dalam konteks hubungan politik internasional hal tersebut sah-sah saja.



Tidak Merugikan

"Intinya tidak ada ruginya menjalin kerja sama bilateral dengan Tiongkok," kata Joubert.

Apalagi, saat ini banyak produk Tiongkok dan investasi mereka sudah masuk di Indonesia.

Yang harus dipikirkan adalah apa yang Indonesia dapat tawarkan dalam hubungan bilateral tersebut. Setidaknya ada keseimbangan.

Joubert memberikan contoh di bidang ekonomi kalau mereka bisa investasi di Indonesia maka pengusaha Indonesia juga bisa investasi di Tiongkok.

Kalau mereka bisa garap tambang dan semen di Tanah Air, pengusaha Indonesia bisa diperlakukan sama di sana. Ini baru hubungan bilateral yang sama-sama punya "value added".

Akan tetapi, kalau hanya menguntungkan mereka, lebih baik ditunda sampai Indonesia mampu berkontribusi dalam hubungan bilateral tersebut.

Pengamat ekonomi Unsrat Manado Agus T. Poputra mengatakan bahwa hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok sangat positif.

"Hubungan dua negara secara langsung akan lebih menguntungkan kedua belah pihak," kata Agus.

Pasalnya, hubungan ini akan dikomunikasikan secara langsung, tanpa campur tangan negara lain.

Jika hubungan bilateral diantara kelompok negara-negara contohnya ASEAN, belum tentu akan memilih bekerja sama dengan Indonesia, mereka masih memilih Singapura.

Apalagi, budaya antara Indonesia dan Tiongkok banyak kemiripan. Hal ini menjadi salah satu kekuatan dalam menjalin hubungan yang lebih baik dan saling menguntungkan.

Jadi, katanya, keseimbangan dalam menjalin hubungan itu sangat penting sehingga sama-sama diuntungkan dan menyejahterakan masyarakat, bukan hanya satu sisi saja.

Pengamat ekonomi Unsrat Manado Joy Tulung mengatakan bahwa kerja sama bilateral Indonesia dan Tiongkok dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya merupakan suatu hubungan diplomatik yang tentunya akan membawa dampak yang positif sekaligus juga negatif.

Dampak positifnya pada bidang ekonomi adalah pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan.

Dengan demikian, akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan akan meningkat.

Namun, kerja sama tersebut juga memberikan dampak negatif yang justru membuat industri lokal kesulitan.

Hal itu dikarenakan industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi serbuan produk-produk Tiongkok yang berharga relatif murah.

Asisten Direktur Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut Gunawan mengatakan bahwa Tiongok pada beberapa periode terakhir ini telah muncul menjadi salah satu kekuatan baru perekonomian global.

Pertumbuhan ekonomi negara itu pada beberapa tahun lalu sangat mengagumkan. Di tengah permasalahan ekonomi yang dihadapi negara-negara maju, menjadi kekuatan ekonomi global selama ini.

Hubungan bilateral Indonesia dan Tiongkok tentunya menguntungkan bagi kedua negara, khususnya bagi Indonesia yang selama ini menjadikan Tiongkok sebagai salah satu negara tujuan ekspor, selain Amerima Serikat dan negara-negara di Uni Eropa.





Kunjungan Wisatawan Tiongkok

Dampak ekonomi yang dirasakan Indonesia, selain dari peningkatan volume perdagangan bilateral, juga dari meningkatnya investasi dan kunjungan wisatawan Tiongkok ke Indonesia.

Manfaat tersebut sedikit banyak juga dirasakan oleh Sulut, sebagaimana tercermin dari peningkatan investasi dan perdagangan dan lonjakan tajam kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) Tiongkok ke Sulut.

Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey mengatakan bahwa turis asal Tiongkok menjadikan provinsi berpenduduk lebih dari 2,5 juta jiwa itu sebagai salah satu destinasi wisata.

Kunjungan turis Tiongkok begitu meningkat. Tak tanggung-tanggung, sudah rratusan "charter flight" (penerbangan sewa) yang memuat ribuan penumpang yang berkunjung ke Sulut sejak akhir 2016.

Pariwisata Sulawesi Utara berkembang pesat di bawah pemerintahan Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw.

Olly mengisahkan bahwa para turis Tiongkok datang diawali upaya Pemprov Sulut mengirim 50 orang belajar bahasa Cina langsung di Negeri Tirai Bambu.

Gubernur berpendapat dengan bahasa Cina, bisa berkomunikasi langsung dengan baik.

Wisatawan mancanegara (wisman) asal Tiongkok masih mendominasi kunjungannya ke Provinsi Sulut pada bulan April 2018.

Wisman yang datang ke Sulut didominasi oleh warga Tiongkok sebanyak 8.753 orang atau 86,54 persen dari keseluruhan wisman, kata Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulut Marthedy Tenggehi.

Hal itu karena adanya penerbangan sewa yang diinisiasi oleh Pemprov Sulut Manado dan Tiongkok sejak 2 tahun terakhir ini.

Berikutnya, Jerman sebanyak 213 orang (2,11 persen), Amerika 198 orang (1,96 persen), Hongkong 115 orang (1,14 persen), Singapura 101 orang (1,00 persen), Inggris 84 orang (0,83 persen), Prancis 72 orang (0,71 persen), Australia 59 orang (0,58 persen), Malaysia 35 orang (0,35 persen), dan Belanda 28 orang (0,28).

Jumlah wisman yang datang ke Sulut melalui pintu masuk Bandara Sam Ratulangi pada bulan Maret 2018 sebanyak 10.114 orang atau menurun sebesar 6,30 persen dari data pada bulan Februari 2018 sebanyak 10.794 orang.

Dibandingkan dengan kunjungan wisman pada bulan yang sama tahun sebelumnya (Maret 2017 sebanyak 5.148 orang terhadap bulan Maret 2018) meningkat sebesar 96,46 persen.

Perkembangan wisatawan mancanegara pada triwulan pertama pada tahun 2018 mencapai 29.413 orang. Angka ini meningkat dibandingkan jumlah wisatawan mancanegara pada triwulan pertama 2017 sebanyak 17.941 orang.



(T.KR-NCY/B/D007/D007) 13-05-2018 09:05:47

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Nancy Lynda Tigauw
Copyright © ANTARA 2025