Manado, 15/12 (Antara) - Tahun 2017 merupakan tahun pemulihan ekonomi global dimana ekonomi global tumbuh hingga 3,6 persen, dengan motor pertumbuhan tidak hanya dari negara maju namun juga dari negara berkembang,yang tercermin dari indikator volume perdagangan dunia dan harga komoditas internasional.

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sukut Soekowardojo mengatakan di tengah dinamika perbaikan ekonomi global dan domestik yang terjadi, Provinsi Sulut mencatat pencapaian yang memuaskan.

Setelah sempat mengalami tren perlambatan, pertumbuhan ekonomi Sulut mulai rebound pada tahun 2016 dan berlanjut hingga saat ini.

Pada triwulan III 2017, katanya, pertumbuhan ekonomi Sulut tumbuh 6,49 persen, menguat didorong oleh strategi pemerintah mempercepat penyaluran belanja, dan kinerja ekspor serta investasi yang meningkat.

Perkembangan tren inflasi juga semakin membaik. Pada November 2017, inflasi Sulut tercatat deflasi sebesar 0,09 persen (mtm) didorong oleh penurunan harga kelompok administered prices dan volatile food, serta meredanya tekanan harga pada kelompok inti.

Secara tahunan, inflasi Sulawesi Utara pada November 2017 tercatat sebesar 0,38 peraen (yoy) yang artinya masih terkendali dan berada di bawah rentang sasaran inflasi tahun 2017.

Perbaikan juga terjadi pada indikator perekonomian Sulut lainnya. Kinerja perbankan yang tercermin dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit tumbuh meningkat disertai dengan penurunan Non Performing Loan (NPL) pada triwulan III 2017.

Investasi juga meningkat, katanya, terlihat dari realisasi Penanaman Modal Asing yang mencapai 350 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Penanaman Modal Dalam Negeri mencapai Rp1,4 triliun hingga Oktober 2017. Peningkatan juga terjadi pada kinerja ekspor yang telah mencapai 738 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan jumlah wisatawan mancanegara yang mencapai 56.596 orang hingga September 2017.

Pemulihan perekonomian berdampak pada kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sulut yang membaik, yang tercermin dari tren penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka, tingkat kemiskinan dan misery index.

Seiring dengan kondisi tersebut, kualitas hidup masyarakat Sulut juga terus meningkat yang terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia yang menempati urutan ke-7 dan Indeks Kebahagiaan yang menempati urutan ketiga se-Indonesia.

Melihat perkembangan terkini BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sulut 2017 sekitar 6,3 peraen. Inflasi diperkirakan sekitar 3 persen (yoy).

Pencapaian-pencapaian tersebut tidak terlepas dari semangat sinergitas seluruh pemangku kepentingan melalui upaya-upaya yang terus dilakukan.

Sepanjang tahun 2017, Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.

Dari sisi pengendalian inflasi, Bank Indonesia menginisiasi "Gerakan Barito Batanang Rica dan Tomat" sebagai upaya meredam gejolak harga komoditas bawang, rica (cabai), tomat (barito) yang sering menjadi pemicu terjadinya inflasi, bersama-sama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah.

Dalam dua tahap pelaksanaan di tahun 2017, sekitar 60 ribu bibit rica dan tomat telah dibagikan kepada Kelompok PKK di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Penguatan kelembagaan TPID di wilayah Sulut terus dilakukan menyusul terbitnya Keputusan Presiden RI No 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.

Komunikasi kepada masyarakat dan pemangku kebijakan juga senantiasa kami lakukan melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dalam mendukung pengendalian inflasi, dalam bentuk Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS).

Untuk akses ke masyarakat yang lebih luas, PIHPS telah diintegrasikan dengan Cerdas Command Center milik Pemerintah Kota Manado.

Dari sisi sektor riil BI juga memberikan perhatian khusus kepada pengembangan UMKM. Sepanjang tahun 2017, pihaknya mendorong pengembangan tujuh klaster UMKM yang tersebar di Sulut, salah satunya klaster pertanian terintegrasi sapi ternak dan padi sawah di Bolaang Mongondow Utara.

Indikator keberhasilan dalam pembinaan UMKM tersebut tercermin dari peningkatan penjualan produk, perluasan akses pasar, dan sertifikasi organik produk UMKM binaan.

Kiprah Bank Indonesia dalam pembinaan UMKM di Sulut juga telah mendapat apresiasi dari International Council of Small Businesses Presidential Award untuk Pengembangan UMKM di daerah dengan kategori Policy Maker.

Dari sisi pengelolaan dan pengedaran uang rupiah BI memastikan penyediaan rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu dan kondisi layak edar sampai terdistribusi ke masyarakat.

"Sepanjang tahun 2017, kami telah membuka 3 (tiga) kas titipan di Bitung, Kepulauan Talaud, dan Kepulauan Sitaro," katanya.

BI menyediakan uang kartal, mendorong clean money policy dengan meningkatkan frekuensi kas keliling, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko uang palsu melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Di samping pengembangan ekonomi konvensional, juga ada pengembangan ekonomi syariah melalui pengembangan kemandirian ekonomi pesantren berupa pemberian bantuan teknis dan peralatan untuk mendukung unit usaha.

Pemerintah daerah mendorong penerbitan Kepres Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Bebas Visa Kunjungan di Bandara Sam Ratulangi Manado, dan pembukaan rute penerbangan langsung dari 8 Kota di Tiongkok ke Manado yang berdampak pada peningkatan jumlah wisman yang signifikan, serta penyelenggaraan berbagai event baik yang bersifat domestik maupun internasional.

Selain itu juga mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek strategis yang cukup masif termasuk penyediaan sumber daya energi listrik yang memadai melalui kapal listrik dari Turki.

Upaya lain untuk menjawab tantangan ekonomi adalah dengan membuka isolasi pulau terluar dalam bentuk pembangunan bandara di Pulau Miangas, pembukaan jalur pelayaran Kapal Roll-on Roll-off (RoRo) antara Bitung dan Filipina, disertai dengan pelonggaran kebijakan terkait ekspor impor di Pelabuhan Bitung yang awalnya hanya dibatasi untuk tiga produk saja menjadi berlaku sama seperti pelabuhan lainnya.

Capaian dan upaya yang telah dilakukan tersebut masih perlu ditingkatkan lagi untuk bisa memenuhi target atau sasaran kinerja Sulut jangka menengah sebagaimana tertuang dalam RPJMD Sulut antara lain pertumbuhan ekonomi sebesar 7,23 persen, tingkat kemiskinan sebesar 7,5 peraen, pendapatan per kapita sebesar Rp45 juta/tahun, dan berbagai target lainnya.

Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi, Buwono Budisantoso memgatakan di tengah upaya untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut, masih terdapat tantangan yang perlu mendapat perhatian bersama.

Di sektor riil, struktur ekspor Sulut masih terpaku pada komoditas sumber daya alam seperti kelapa, ikan, rempah-rempah dan olahannya, bahkan, komoditas ekspor utama terkonsentrasi pada olahan kelapa yang mencapai 65 persen dari total ekspor.

Tantangan lainnya yaitu pengolahan hulu pertanian yang masih belum berjalan dengan baik, diikuti dengan stagnansi produksi komoditas pertanian yang berdampak pada terjadinya deindustrialisasi.

Sulut juga menghadapi masalah pembebasan lahan, suplai listrik berpotensi defisit

apabila pembangunan pembangkit infrastruktur kelistrikan tidak dilakukan dengan baik.

Di sektor keuangan, pangsa kredit Sulut masih didominasi oleh kredit konsumtif yang mencapai angka 60 persen dari total kredit.

Tantangan yang tidak kalah pentingnya yaitu inflasi yang fluktuatif khususnya pada perayaan hari raya keagamaan yang dapat mengganggu perencanaan pengeluaran, investasi, dan upaya pengentasan kemiskinan.

Dari sisi sumber daya manusia, tenaga kerja di Sulut masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan rendah.

Jumlah masyarakat dengan pendidikan tinggi belum mampu memenuhi kebutuhan kualitas dari penyedia lapangan kerja yang tercermin dari tingginya angka tingkat pengangguran terbuka masyarakat berpendidikan tinggi.

Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, pihaknya mencermati Sulut setidaknya masih memiliki potensi-potensi yang dapat dioptimalkan yaitu berupa sumber daya alam dan panorama alam yang dapat dioptimalkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru sumber daya perkebunan, perikanan serta pengembangan pariwisata.

Geoposisi yang strategis sejalan dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung untuk menjadi International Hub pada jalur distribusi perdagangan domestik di KTI maupun perdagangan dunia dan jumlah penduduk usia produktif.

Potensi lain adalah berlanjutnya pembangunan infrastruktur yang masif, baik infrastruktur logistik, infrastruktur konektivitas, infrastruktur energi maupun infastruktur ketahanan pangan.

Berdasarkan kajian Growth Strategy, atau Strategi Pembangunan Sulut diperoleh tiga Industri Potensial Kompetitif Daerah yang diyakini dapat menjadi mesin pertumbuhan baru yaitu Industri berbasis jelapa, jasa pariwisata dan reparasi serta manufaktur kapal.

Roadmap pengembangan agroindustri berbasis kelapa diarahkan pada integrasi hulu dan hilir dalam satu kawasan yang memiliki nilai ekonomis seperti Minahasa Utara dan Bitung.

Selanjutnya, katanya, dalam rangka mendukung bangkitnya industri perikanan domestik, roadmap manufaktur perkapalan diarahkan pada manufaktur kapal ikan yang didukung dengan reformasi dalam hal percepatan dan kemudahan perizinan.

Untuk mendorong transformasi ekonomi modern berbasis jasa, pengembangan pariwisata diarahkan pada lima hal utama yaitu penyediaan infrastruktur dasar, aglomerasi wisata dengan menjadikan Sulut sebagai pusat pariwisata di Kawasan Timur-Utara Indonesia, penyelenggaraan event nasional maupun internasional serta penguatan SDM pariwisata melalui sekolah vokasi dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Berdasarkan simulasi dampak dengan menggunakan model Structural Vector Auto Regression (SVAR), pengembangan tiga sektor tersebut dapat menambah pertumbuhan ekonomi sebesar 0,18 peraen setiap tahunnya.

Pengembangan industri tersebut juga turut menjadi penopang dalam mempertahankan surplus neraca perdagangan Sulut, melalui penguatan ekspor berbasis kelapa yang berpotensi meningkatan ekspor Sulut sebesar 0,12 persen, serta menekan impor melalui pengembangan jasa dan manufaktur kapal yang berpotens mengurangi impor Sulut sebesar 1,7 persen.

Dari sisi inklusifitas, pengembangan sektor pariwisata berpotensi meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,03 persen.

Strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga dilakukan melalui analisa prioritas pembangunan dan potensi ekonomi Sulut dari program pembangunan yang telah direncanakan dalam RPJMD dengan model ekonomi Computable General Equilibrium (CGE) Indoterm.

Dengan menjumlahkan dampak ekonomi dari keseluruhan prioritas program pembangunan tersebut, pertumbuhan ekonomi Sulut berpotensi bertambah sebesar 1,51 persen setiap tahunnya.

Di sisi sektor riil, strategi pengembangan UMKM mengacu pada hasil kajian Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM.

Daerah ini memiliki usaha unggulan UMKM peringkat pertama Industri Pengolahan Kopra.

Gubernur Sulut Olly Dondokambey optimis indikator ekonomi di provinsi yang memiliki 15 kabupaten dan kota itu tumbuh dari waktu ke waktu.

Kecenderungannya (indikator ekonomi) tumbuh positif, apakah itu terkait laju inflasi, angka pengangguran, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi hingga investasi.

Dia menyebutkan pertumbuhan ekonomi Sulut melaju dengan cepat, di mana pada triwulan pertama tahun 2017 tumbuh sebesar 6,43 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,01 persen.

Di tengah banyaknya tantangan dari dalam maupun dari luar Sulut, maka diperlukan usaha untuk terus bersinergi menyatukan gerak langkah ke depan.***3***



(T.KR-NCY/B/M007/M007) 15-12-2017 09:17:06

Pewarta : Oleh Nancy Lynda Tigauw
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024