Tondano (AntaraSulut) - Hidup adalah misteri. No pain no gain. Hidup adalah perjuangan penuh misteri. Kita tidak pernah tahu akan terlahir di mana, dalam keluarga apa dan dengan kondisi yang bagaimana. Semua ada dalam rancangan Sang Pencipta. Kita manusia sudah dalam rencanaNya. Tak terkecuali dengan saya (Shendy Nadia Tumbelaka).

Saya tidak pernah memilih lahir di Wamena, Papua. Ya, kalau boleh memilih saya ingin lahir di Paris, di bawah menara Eiffel mungkin. Wow, sesuatu ya? Ibarat pepatah mengatakan: "Ingin hati memeluk gunung apadaya tangan tak sampai". Tinggal di tanah kelahiran ayah saya, Minahasa, membuat banyak perubahan dalam hidup saya.

Menjalani awal karir dalam karya seni. Sebuah puisi "Mawar" hadir jadi karya pertama saya menyukai karya sastra. Karya itu saya buat sewaktu duduk di salah satu sekolah dasar negeri di Papua, kemudian hijrah ke Minahasa mengenal pidato saat masih kelas 5 SD. Saat SMP, saya mulai giat belajar bermain gitar dan bernyanyi. Menjadikan Sastra dan Bahasa Indonesia sebagai pelajaran terfavorit dalam membuat puisi,  cerpen sampai lirik lagu saat ini.

Hingga berinisiatif membentuk sebuah komunitas baca tulis bersama 11 teman-teman penulis muda Minahasa (usia 15-17 tahun) dan mendeklarasikannya dengan nama "Tondano Smart Musically Community" (TSMC), yang pada 24 Februari 2017 mengadakan peluncuran buku " Bunga Rampai Pelangi Kata-Kata TSMC".

Dan melepas ketakutan berkarya dengan launching buku karya tunggal perdana saya yang diberi judul: Antologi Puisi "Kejora" pada 26 Mei yang lalu. Percayalah, ini baru awal. Apa itu "Kejora"? Kejora adalah kumpulan pengalaman hidup, curahan hati, ide imajinatif, dan ingatan masa kecil sampai sekarang. "Kejora" adalah dunia imajinasi, tanpa syarat, tanpa batas, bebas, bebas berkarya! Dan harapan dengan adanya kebebasan ini, lahir penulis-penulis yang produktif, kreatif, inovatif dan berdaya guna.

Saya bangga bisa menjadi penyair dan penulis muda perempuan di Minahasa dengan usia yang cukup dini, 16 tahun. Saya ingin melanjutkan karir ini, memotivasi orang lain, berbagi cerita pengalaman hidup, mendengarkan dan berani bicara. Seperti yang dilakukan mentor saya Alfrits Ken Oroh, yang adalah penyair Sulawesi Utara.

Kelak nanti bukan lagi saya yang dibimbing tapi saya juga akan membimbing orang banyak. Karena pada dasarnya bakat itu harus jadi berkat. Bakat untuk Berkat! Kerja seni, kerja bermartabat.
Seni  untuk kemandirian hidup! SemangArt!

Pewarta : Martsindy Rasuh
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024