Manado, (Antara) - "Vice President Asset Operations" Direktorat SDM, Teknologi Informasi dan Umum PT Pertamina (Persero) Hermawan mengatakan penyelesaian ganti rugi depot Bitung-Sulawesi Utara mengedepankan asas kewajaran, keterbukaan dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Pertamina sebagai perusahaan negara harus tunduk dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menjunjung tinggi prinsip good corporate governance," ujar Hermawan ketika berdialog dengan ahli waris Simon Tudus di Manado, Kamis.

Hermawan merunut beberapa persoalan ganti rugi depot Bitung di antara lain, jumlah ahli waris saat ini terdaftar 124 orang (ahli waris Simon Tudus) dan 26 orang (ahli waris Martinus Pontoh), serta luas tanah yang berbeda dengan sertifikat.

Selanjutnya, obyek tanah yang tumpang tindih (overlap) antara sertifikat satu dengan yang lainnya, ahli waris yang belum seluruhnya bersepakat, serta kuasa ahli waris yang berbeda-beda.

Hal ini belum termasuk adanya gugatan baru yang masih muncul atas lahan tersebut, meskipun sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap, katanya.

"Ahli waris sampai saat ini belum mencapai kesepakatan atas pihak kuasa yang ditunjuk. Dengan jumlah ahli waris yang sangat banyak tersebut jelas tidak memungkinkan bagi Pertamina untuk bernegosiasi secara langsung," tegasnya.

Kondisi ini, lanjut dia, sangat menyulitkan Pertamina karena pihak yang mewakili ahli waris menjadi berbeda-beda dan menyulitkan komunikasi dalam membangun kesepakatan.

Hermawan menambahkan, pada tahun 2012, Gubernur Provinsi Sulawesi Utara telah membantu dengan membentuk tim penyelesaian permasalahan terminal bahan bakar minyak (TBBM) Bitung yang beranggotakan unsur Pemda, Kejaksaan Tinggi, BPKP, Polda dan Pertamina.

Saat itu, telah menghasilkan produk berupa inventarisasi dan verifikasi data ahli waris, pengukuran luas lahan serta penilaian harga ganti rugi dengan menggunakan jasa appraisal independent, namun pelaksanaan ganti rugi belum dapat diselesaikan karena antar ahli waris tidak mencapai kesepakatan.

Dia menambahkan, harga yang ditawarkan oleh Pertamina berdasarkan appraisal dan merupakan harga wajar yang dapat dipertanggungjawabkan.

Appraisal dilaksanakan kantor jasa penilai publik (KJPP) yang telah diusulkan/mendapat rekomendasi oleh tim penyelesaian permasalahan tanah TBBM Bitung sebelumnya yang pada waktu itu telah mendapatkan pendampingan dari BPKP dengan hasil sebesar Rp1.550.000.

Kredibilitas KJPP telah dapat dipertanggungjawabkan dan tidak perlu dipertanyakan, katanya.

"Saat ini Pertamina telah menyampaikan penawaran harga terakhir sebesar Rp1.750.000 melalui surat Direktur SDM dan Umum tanggal 17 Januari 2017," jelasnya.***2***






Pewarta : Karel A Polakitan
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024