Manado (Antarasulut) - Anggota Komisi XI DPR-RI asal Sulawesi Utara (Sulut) Aditya Anugerah Moha yang biasa disapa Didi Moha, bertemu dengan masyarakat Manado di Panti Asuhan Darul Istiqomah, Bailang, Bunaken, Rabu dengan menggandeng kepala BI perwakilan Sulut Soekowardoyo dan Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI Pusat  Rifki Ismail. 
     Dia  menerima banyak aspirasi meskipun tidak berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai anggota komisi XI yang membidangi perekonomian, namun menegaskan akan diperjuangkan, tidak akan dibiarkan, sebab akan dipertanggungjawabkan. 
      Aspirasi yang disampaikan itu antara lain pengangkatan PNS dan honorer, biaya masuk kuliah kedokteran yang mahal, bantuan pinjaman untuk pesantren, KIP dan KIS dan pengembangan usaha, ekonomi masyarakat.
     Sesuai dengan tugasnya di komisi XI, Didi mengatakan, ada banyak hal terkait pengembangan program pendampingan pertumbuhan ekonomi, dimana di Sulut bertumbuh 6,17 persen, yang meskipun dilihat dari konteks nasional, itu tinggi tetapi tidak terlalu tinggi untuk konteks konteks Sulawesi.
     "Artinya, ini belum mencapai cita-cita tinggi kita, bagaimana menciptakan sendi-sendi potensi ekonomi yang baik untuk menjaga stabilisasi dan membangkitkan sistem ekonomi di suatu daerah," kata ADM.
     Sedangkan mengenai ekonomi syariat, politisi muda partai Golkar itu, mengatakan, peningkatannya menjadi hal yang fundamental, bahkan kecenderungan memperkuat ekonomi syariah itu kuat, yang terlihat dari sikap serius BI termasuk di Sulut, mengelola ekonomi syariah di 19 pondok pesantren, dan ingin ada  percontohannya di Sulut, dan berharap ada pendampingan karena memang program tersebut ada. 
     Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI, Rifki Ismail mengatakan, Bank Syariah akan melihat seperti kebutuhan pesantren dalam proposalnya, sebab sudah membuka peluang untuk berbagai macam pembiayaan. 
     "Karena sifatnya kerja sama, jika dibagi rugi jadi tanggung jawab pemiik modal, itu kalau akad bersifat investasi, namun jika jual beli, maka Bank Syariah akan membiayai dulu, membayar secara cicilaan, flat nilainya tak akan berubah sampai akhir kontraknya, itulah kelebihan Bank Syariah dalam hal pembiayaan," kata Rifki. 
     Dia mengatakan, memang ada potensi besar, jika pesantren itu punya aset bangunan, tanah, itu bisa menjadi undeline penerbitan suku, tentu kalau pesantren terbitkan suku atas nama persantren sebagai status lembaga swasta, maka ststusnya suku koorporasi dan dalam hal itu sudah dibuat model-modelnya.
      BI, kata Rifki, bekerja sama dengan Badan Wakaf Indonesia dan Kementrian Keuangan yang sudah membuat model suku koorporasi, dimana umat islam, menurutnya, punya potensi tanah wakaf, baik atas nama masjid, pesantren, organisasi islam dan sebagainya, dan tanah wakaf tidak perlu biaya,karena tanah milik Allah. 
     Dia mengatakan salah satu keengganan bank dalam membiayai proposal pesantren adalah bentuk pertangungjawaban keuangannya tidak standar, sehingga pihaknya sedang mempersiapkan pembuatan standar laporan pesantren yang nasional, lalu membuat replikasi bisnis pesantren, percontohan, misalnya, ada pesantren unggulannya perikanan, pertanian, yang bisa dijadikan contoh.
     Kemudian, lanjutnya, ada virtual market, nanti ketika memasarkan produk, tidak perlu masuk ke toko-toko, tinggal masukkan di online, pesan dan diantar, kemudian center of exelent dibuat pusat-pusat percontohan pesantren yang sangat ideal yang terakhir pengembangan holding pesantren, jadi tidak berdiri sendiri.
     Sementara Kepala BI Perwakilan Sulut Soekowardoyo mengatakan, BI melihat perekonomi saat ini masih membekas, penyakit belum hilang, meskipun di Sulut sendiri perekonomian tumbuh 6,17 persen yang secara nasional tinggi, namun di Sulawesi, justru lima dari bawah lebih tinggi dari Sulawesi Barat.
     "Ekonomi keseharian kita juga harus tumbuh. Kalau melihat potensi pembiaan syariah, sebenarnya Indonesia punya potensi Rp500 triliun, dan itu . tantangan, apalagi setiap negara punya Bank sentral dan dalam  hal ini, BI bertanggungjawab atas kesehatan ekonomi, termasuk kewajiban untuk mengembangkan ekonomi syariah dan sudah punya progam kerja pemberdayaan pembangungan ekonomi pesantren. Bagaimana pesantren kelola ekonomi sendiri, yang bisa menciptakan kerja," tandasnya.
     Untuk Sulut, katanya, pihaknya belum memiliki gambaran dari 19 pesantren namun akan dilihat siapa-siapa yang sudah siap, karena BI perlu waktu karena tidak berarti kalau nanti bekerja sama dengan satu mengabaikan yang lain, karena semuanya pasti dilibatkan.
     Hadir dalam reses tersebut, Ketua MUI Sulut Abud Wahap Gafur, Kepala Perwakilan BI Sulut Soekowardoyo, Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI Pusat Rifki Ismail, tokoh-tokoh Muhammadya, NU, Pimpinan pesantren Darul Istiqoma, beberapa warga dari Boltim, Bolmong, serta masyarakat sekitar. ***

Pewarta : Joyce Bukarakombang
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024