Manado, 25/1 (Antara) - Bank Indonesia (BI) melakukan survei kepada perusahaan sektor industri pengolahan di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara didapati bahwa lebih dari 50 persen responden merasa resah terhadap kebijakan Trump.
"Alasan resahnya responden yaitu pangsa ekspor ke Amerika Serikat cukup besar, sementara responden merasa teknologi dan bahan baku tidak menjadi kendala," kata Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Perwakilan Sulut Buwono Budi Santoso di Manado, Rabu.
Dari berbagai kebijakan yang disampaikan Trump, responden menilai bahwa kebijakan proteksionisme dalam bentuk menarik diri dari TPP dan kebijakan perdagangan Amerika Serikat dengan negera-negara lainnya (NAFTA, Eropa dan China) akan berdampak juga pada Indonesia, khususnya Sulawesi Utara.
Namun demikian, katanya, terdapat hal yang dapat menyebabkan seluruh kebijakan Trump di bidang ekonomi yang sukar untuk direalisasikan dimana kebijakan fiskal yang agresif dari Trump secara ekonomi kurang feasible karena dihadapkan pada kendala peningkatan tinggi defisit anggaran pemerintah.
Secara umum, katanya, pengaruh kebijakan Trump diproyeksikan tidak seheboh kekuatiran banyak pihak.
Sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi, hubungan Indonesia dan AS pasti akan lebih baik dan saling menguntungkan.
Upaya pembukaan pasar ekspor baru dan kebijakan yang antsipatif sebagaimana disampaikan Gubernur BI Agus D W Martowardojo, merupakan hal yang perlu menjadi perhatian para pelaku dan pengampu kebijakan ekonomi Indonesia.
Pada Jumat, 20 Januari 2017, Donald Trump telah resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Dalam pembacaan pidatonya, pada saat Trump mengambil sumpah jabatan, disampaikan rincian kebijakan ekonomi yang akan ditempuh Trump antara lain: (1) Mendorong pertumbuhan ekonomi Amerika 4 persen setiap tahun, (2) Mulai menarik diri dari Trans-Pacific Partnership, (3) Renegosiasi NAFTA dan (4) Peningkatan Tenaga Kerja.
Jika Trump menjalankan �protectionist policy� atau kebijakan tertutup tersebut, tentunya cukup mempengaruhi ekspor Indonesia. Total ekspor Indonesia tahun 2016 tercatat sebesar 144,3 Miliar dolar AS, dimana Amerika merupakan salah satu tujuan ekspor Indonesia dengan total ekspor sekitar USD 15,3 miliar atau 10,6 persen.�
Namun, ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi tantangan global, salah satunya kebijakan Donald Trump. Hal ini ditunjukkan oleh pangsa konsumsi sebesar 56 persen dibandingkan dari total output atau PDB.
Berbagai indikator lainnya seperti defisit transaksi berjalan terhadap PDB di bawah 2 persen. NPI pada kuartal IV juga diperkirakan tercatat surplus. Nilai tukar Rupiah yang melemah terjadi setelah Trump terpilih, mulai kembali menguat pada Januari 2017.�
Hal tersebut sebagaimana pandangan Bank Indonesia bahwa Trump Effect hanya terasa hingga bulan Januari 2017 ini.***3***
(T.KR-NCY/B/M019/M019) 25-01-2017 21:16:18
"Alasan resahnya responden yaitu pangsa ekspor ke Amerika Serikat cukup besar, sementara responden merasa teknologi dan bahan baku tidak menjadi kendala," kata Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Perwakilan Sulut Buwono Budi Santoso di Manado, Rabu.
Dari berbagai kebijakan yang disampaikan Trump, responden menilai bahwa kebijakan proteksionisme dalam bentuk menarik diri dari TPP dan kebijakan perdagangan Amerika Serikat dengan negera-negara lainnya (NAFTA, Eropa dan China) akan berdampak juga pada Indonesia, khususnya Sulawesi Utara.
Namun demikian, katanya, terdapat hal yang dapat menyebabkan seluruh kebijakan Trump di bidang ekonomi yang sukar untuk direalisasikan dimana kebijakan fiskal yang agresif dari Trump secara ekonomi kurang feasible karena dihadapkan pada kendala peningkatan tinggi defisit anggaran pemerintah.
Secara umum, katanya, pengaruh kebijakan Trump diproyeksikan tidak seheboh kekuatiran banyak pihak.
Sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi, hubungan Indonesia dan AS pasti akan lebih baik dan saling menguntungkan.
Upaya pembukaan pasar ekspor baru dan kebijakan yang antsipatif sebagaimana disampaikan Gubernur BI Agus D W Martowardojo, merupakan hal yang perlu menjadi perhatian para pelaku dan pengampu kebijakan ekonomi Indonesia.
Pada Jumat, 20 Januari 2017, Donald Trump telah resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS). Dalam pembacaan pidatonya, pada saat Trump mengambil sumpah jabatan, disampaikan rincian kebijakan ekonomi yang akan ditempuh Trump antara lain: (1) Mendorong pertumbuhan ekonomi Amerika 4 persen setiap tahun, (2) Mulai menarik diri dari Trans-Pacific Partnership, (3) Renegosiasi NAFTA dan (4) Peningkatan Tenaga Kerja.
Jika Trump menjalankan �protectionist policy� atau kebijakan tertutup tersebut, tentunya cukup mempengaruhi ekspor Indonesia. Total ekspor Indonesia tahun 2016 tercatat sebesar 144,3 Miliar dolar AS, dimana Amerika merupakan salah satu tujuan ekspor Indonesia dengan total ekspor sekitar USD 15,3 miliar atau 10,6 persen.�
Namun, ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi tantangan global, salah satunya kebijakan Donald Trump. Hal ini ditunjukkan oleh pangsa konsumsi sebesar 56 persen dibandingkan dari total output atau PDB.
Berbagai indikator lainnya seperti defisit transaksi berjalan terhadap PDB di bawah 2 persen. NPI pada kuartal IV juga diperkirakan tercatat surplus. Nilai tukar Rupiah yang melemah terjadi setelah Trump terpilih, mulai kembali menguat pada Januari 2017.�
Hal tersebut sebagaimana pandangan Bank Indonesia bahwa Trump Effect hanya terasa hingga bulan Januari 2017 ini.***3***
(T.KR-NCY/B/M019/M019) 25-01-2017 21:16:18