Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Jaringan Aktivis Reformasi ’98 (JARI 98) Peri Supriadi menegaskan institusi Polri merupakan garda supremasi sipil, saat menjadi pembahas dalam peluncuran survei Center for Indonesian Strategic Action (CISA) di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan yang membedakan rezim otoriterianisme dengan rezim demokratis, yakni bagaimana kekuatan negara bersenjata, tidak hanya militer, tetapi juga Polri harus tunduk pada otoritas sipil.
"Institusi kepolisian mempunyai tiga fungsi sekaligus, yaitu gakum, kamtibmas, serta perlindungan dan pengayoman, termasuk dalam hal ini penanganan terorisme," kata Peri, seperti dikutip dari keterangan resmi.
Adapun Peri mengapresiasi survei CISA yang memotret persepsi publik terhadap Polri sebagai simbol supremasi sipil. Menurutnya, survei tersebut mengonfirmasi harapan publik terhadap Polri untuk menjaga ruang demokrasi sipil sangat besar.
Namun, kata dia, tantangan terbesarnya merawat harapan tersebut agar Polri dapat lebih maksimal lagi dalam menjalani tupoksinya sebagai garda supremasi sipil dan tidak terseret dalam ruang politik praktis.
Dia berpendapat apabila Polri sudah terlibat dalam pergumulan politik praktis yang sarat dengan kepentingan politik, maka praktik dalam menjalani tupoksinya tidak akan bisa netral dan independen.
Disebutkan bahwa ujian terbesar dalam ruang demokrasi sipil saat ini, yaitu menjaga agar kekuatan bersenjata tetap berada di bawah kontrol sipil, baik pemerintah maupun DPR.
Peri menyebutkan hal itu termasuk kelompok masyarakat sipil yang turut serta mengawasi agar tidak terjadi fenomena elite capture, baik terhadap polisi maupun militer yang dapat membungkam kebebasan berekspresi dan stabilitas politik juga dapat terjaga.
"Tentunya, kita semua tidak ingin demokrasi berputar haluan kembali ke masa lalu,” ungkap dia.
Dirinya pun berharap agar agenda reformasi Polri yang tengah bergulir dapat memberikan hasil terbaik dan kinerja institusi Bhayangkara dapat lebih optimal lagi dengan tetap berkarakter sipil.
Dengan demikian, menurut dia, diharapkan pula citra Polri ke depan semakin baik, yang paralel dengan itu akan berkontribusi pula terhadap citra pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dalam memotret persepsi publik terhadap Polri sebagai simbol supremasi sipil, survei CISA menggunakan empat indikator untuk mendapatkan persepsi publik, yakni penegakan hukum dan keamanan siber, persepsi publik terhadap kinerja Polri, dukungan dan harapan masyarakat terhadap institusi Polri, serta reformasi Polri.
Dari data survei, secara umum persepsi publik terhadap Polri sangat positif, di mana terlihat mayoritas masyarakat puas dengan kinerja Polri dan berharap dapat menjadi simbol supremasi sipil.
Berdasarkan data survei, sebesar 72 persen menjawab puas, sedangkan 19,9 menjawab masih buruk dan 8,1 persen responden menilai tidak tahu atau memilih untuk tidak menjawab.