Tangerang Selatan (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul menilai pemerintah tengah menata sumber daya alam (SDA) sebagai bagian strategi jangka panjang menuju kedaulatan energi dan restrukturisasi ekonomi nasional demi kepentingan rakyat.
Hal ini disampaikan pada diskusi publik bertajuk "Satu Tahun Prabowo-Gibran: Sudah Berdaulatkah Kita dalam Energi" di Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/10).
"Prabowo sedang melakukan overhaul besar-besaran. Ia menghitung ulang kekayaan sumber daya dan menata kembali siapa yang berhak mengelola,” kata Adib.
Ia mengatakan Presiden Prabowo kini sedang melakukan reset total terhadap sistem ekonomi dan politik, termasuk di sektor energi.
Dimana, katanya, banyak proyek energi yang kini dievaluasi kembali agar tidak menjadi lahan permainan para makelar energi yang selama ini menguasai rantai bisnis migas dan tambang di Indonesia.
"Selama para makelar itu masih kuat, siapapun menterinya akan sulit membawa perubahan. Karena itu, langkah penertiban dari Presiden harus kita dukung," ujarnya.
Adib menilai, pencabutan dan pengembalian izin tambang yang marak dilakukan Kementerian ESDM dalam setahun terakhir merupakan bagian dari upaya menegakkan regulasi yang lebih tegas.
"Masalahnya bukan pada kurangnya aturan, tapi lemahnya penegakan. Jadi, langkah pemerintah menertibkan izin dan memastikan pembangunan smelter adalah hal yang tepat," tuturnya.
Ia menambahkan, salah satu tantangan terbesar pemerintah adalah menghadapi narasi negatif di media sosial yang sering menyesatkan publik.
Sementara itu, pengamat energi dari Gerilya Institute, Subhkan Agung Sulistio, menilai kebijakan hilirisasi tambang adalah salah satu bukti bahwa pemerintah serius dalam membangun kedaulatan sumber daya alam.
"Kalau bahan mentah kita olah sendiri, nilai tambahnya jauh lebih besar. Pajaknya kembali ke negara, bukan ke perusahaan asing," ujarnya.
Namun demikian, Subhkan mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap praktik rente dan monopoli di sektor tambang tersebut.
"Kita harus pastikan pendapatan negara dari tambang betul-betul masuk kas negara, bukan bocor di tengah jalan. Untuk itu, dibutuhkan audit independen dan sistem pengawasan berbasis teknologi," kata dia.