Jakarta, 4/5 (Antara) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak melemah sebesar 32 poin menjadi Rp12.992 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp12.960 per dolar AS.

"Data inflasi April yang sebesar 0,36 persen atau masih di kisaran stabil belum dapat menopang mata uang rupiah untuk bergerak ke area positif. Pelemahan mata uang rupiah dikarenakan pelaku pasar yang sedang berada dalam posisi 'wait and see' terhadap data produk domestik bruto (PDB) kuartal I 2015 pada pekan ini," ujar Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova di Jakarta, Senin.

Menurut dia, tren rupiah yang berada dalam area negatif beberapa hari terakhir ini merefleksikan ekspektasi PDB kuartal I 2015 yang diperkirakan lebih rendah dibandingkan kuartal IV 2014 yang sebesar 5,01 persen.

Di sisi lain, ia menambahkan bahwa masih adanya ekspektasi the Fed akan menaikkan suku bunga (Fed fund rate) pada tahun ini masih membuat pelaku pasar khawatir terhadap aset-aset mata uang berisiko.

"Sentimen the Fed masih akan terus membayangi pasar uang berisiko selama belum ada kepastian waktu kenaikan suku bunga AS," katanya.

Selain itu, lanjut dia, pasar keuangan juga mendapat sentimen negatif dari data Manufaktur Tiongkok versi HSBC yang di bawah ekspektasi. Aktivitas manufaktur yang melambat dapat berdampak negatif pada perekonomian di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Namun, menurut Rully Nova, level mata uang rupiah yang masih di bawah Rp13.000 per dolar AS masih cukup stabil, potensi pembalikan arah ke area positif cukup terbuka menyusul rencana pemerintah yang akan maksimal menyerap anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

         "Perekonomian Indonesia akan bergerak tumbuh seiring dengan pembangunan infrastruktur," ucapnya.

         Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Senin (4/5) ini tercatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.021 dibandingkan hari sebelumnya, Kamis (30/4) di posisi Rp12.937 per dolar AS.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024