Manado, (ANTARA SULUT) - Dalam sebuah wawancara dengan Wakil Ketua MPR Evert E Mangindaan, akhir Oktober lalu, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) disebut bakal menjadi pintu gerbang ekonomi asia pasifik karena letak geografinya yang strategis.

Harapan ini menurut dia, harus mendapatkan dukungan pemerintah dan masyarakat setempat.

"Ini anugerah Tuhan karena letaknya berada di bibir Pasifik. Banyak anggaran dari pemerintah pusat yang dikucurkan untuk membangun sarana dan prasarana pendukungnya," katanya.

Menteri perhubungan era pemerintahan Presiden Susilo optimistis kelak bila jalur ini dibuka, Sulawesi Utara ibarat gula, dan semut akan datang dengan sendirinya. Akan berdatangan investor yang ingin berinvestasi sehingga mendorong ekonomi nasional maupun setempat, ujarnya.

Gayung bersambut. Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Sinyo H Sarundajang melakukan lobi dengan berbagai pemimpin negara, termasuk Tiongkok, dan berupaya meyakinkan bahwa provinsi yang kerap disebut "nyiur melambai" ini siap menjadi pintu baru Indonesia di kawasan asia pasifik.

Kurang lebih dua kali, mantan irjen departemen dalam negeri ini melakukan kunjungan ekonomi ke Tiongkok bersama dengan Presiden Joko Widodo dan jajaran menteri kabinet kerja terkait.

Hasilnya, kata dia, pengusaha Tiongkok akan menanamkan investasi sebesar Rp35 triliun untuk mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus di Kota Bitung.

"Dengan investasi sebesar ini akan mengubah wajah Kota Bitung dan Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan Asia Pasifik semakin nyata," kata Gubernur.

Gubernur mengatakan, kerja sama investasi ini adalah tindak lanjut kunjungan delegasi ekonomi Indonesia ke Tiongkok beberapa bulan lalu.

Kemudian, tambahnya, dilanjutkan dengan penandatangan "memorandum of agreement" (MOA) dalam acara "bilateral meeting" Pemerintah Indonesia dengan Tiongkok pada Kamis (27/3).

"Saya akan mengonkritkan kerja sama KEK ini dengan pengusaha Tiongkok dalam waktu satu dua hari ini di negara tersebut. Setelah penandatanganan MoU di waktu lalu kali ini dilanjutkan dengan penandatanganan MoA," ujar Gubernur.

Gubernur produk pemilihan kepala daerah langsung ini optimistis, ketika Kota Bitung dijadikan sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan asia pasifik dampaknya tidak hanya dirasakan Provinsi Sulut, tetapi untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia.

Ada sejumlah infrastruktur pendukung KEK Bitung yang akan dibangun di antaranya tol Manado-Bitung, perpanjangan landasan pacu bandara internasional Sam Ratulangi, pembangunan rel kereta api Bitung-Makassar serta bendungan raksasa Kuwil, Kabupaten Minahasa Utara.

Gubernur mengatakan, proses KEK Bitung memakan waktu sekitar 10 tahun, namun sekarang ini mulai menandakan kemajuan karena apa yang diimpikan mulai terwujud dengan hadirnya pengusaha Tiongkok yang berkeinginan membangun kawasan ini.

"Hal ini mestinya kita sadari bersama bahwa dengan membuka akses seluas-luasnya maka Bitung saya yakin di kemudian hari akan menjadi salah satu kota penting di dunia. Wilayah ini akan dikenal sebagai special economic zone," ujarnya.

Shenzhen, Kampung Nelayan menyaingi Hongkong

Akhir Maret lalu, dua puluhan wartawan media online, cetak dan elektronik, termasuk wartawan Antara diberikan kesempatan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) melihat dari dekat salah satu kawasan ekonomi khusus (KEK) Tiongkok, Shenzhen.

Kira-kira untuk menuju ke kawasan khusus tersebut hanya butuh waktu satu jam menggunakan kapal cepat dari Hongkong. Begitupun manakala menempuh perjalan darat melintasi "Shenzhen Bay". Panjang jembatan yang dari kejauhan mirip naga tersebut sekira lima kilometer lebih.

"Shenzhen terletak di Provinsi Guangdong, letaknya di bagian utara Tiongkok. Dulunya adalah kampung nelayan, kumuh dan banyak hewan peliharaan seperti itik dan ayam. Tetapi jangan heran, sejak dijadikan kawasan ekonimi khusus 35 tahun lalu, pertumbuhannya melejit menyaingi Hongkong," kata seorang pemandu wisata lokal, Cing Cing.

Penduduk Shenzhen saat ini diperkirakan 14 juta jiwa. Kebanyakan adalah pendatang, karena warga asli yang mendiami kota seluas 2.020 kilometer persegi ini hanya 10 persen.

Selain Shenzhen, Tiongkok memiliki beberapa kawasan ekonomi khusus seperti Zhuhai, Shantou, Xiamen serta Hainan. Penduduk asli nelayan yang telah mengecap madu kemajuan perkotaan, tak meninggalkan ciri khasnya sebagai pencari ikan.

"Waktu kita melewati laut tampak ada kapal-kapal nelayan. Mereka itu adalah penduduk asli. Tapi ekonomi mereka bagus, hanya menempati satu lantai bangunan, dan sisa lantai lainnya disewakan kepada warga pendatang," tambah Cing-Cing.

Sejak disentuh investasi (dijadikan KEK), tahun 1980 reklamasi tepian laut menjadi salah satu pilihan menambah luas kota. Dulunya, luasan kota Shenzhen 324 kilometer persegi, hingga menyentuh angka 2.020 kilometer persegi.

Maju pesat pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, memberikan imbas positif pendapatan penduduk yang dalam satu bulan di atas Rp3 juta.

Di kota ini Deng Xioping, pemimpin tertinggi Tiongkok hingga era 90-an menegaskan semboyan, "time is money, efficiency is life" (waktu adalah uang, hemat adalah hidup).

Simbol-simbol kota bercirikan kemajuan seperti gedung bertingkat, berlomba menembus langit, tertata apik. Nyaris tidak menyisakan karakter lamanya sebagai kota nelayan. Di pesisir pantai, ditata menjadi jalur hijau sepanjang 10 kilometer yang disediakan sebagai ruang publik.

Sarana pendukung transportasi terkoneksi dengan kota-kota lainnya di Tiongkok, Shenzhen juga sementara membangun kereta api bawah tanah (subway) untuk memudahkan mobilitas penduduk berpindah dari satu titik ke titik lainnya.

Polisi tidak perlu melakukan patroli, karena di setiap ruas jalan dipasang "close circuit television" (CCTV). Bahkan tahun ini jumlahnya akan ditambah beberapa ribu unit.

Mobilitas manusia yang masuk dan keluar Shenzhen ramai, dan nyaris penuh sesak memasuki pintu imigrasi di kota itu.

Maju pesat Shenzhen juga tidak bisa dipisahkan dari dinamisnya Yantian International Container Terminals (terminal konteiner internasional Yiantian). Tumpukan peti kemas memenuhi ruang terbuka dekat pelabuhan. "Container crane" berbaris rapih memindahkan dan menurunkan peti kemas dari kapal pengangkut.

Sebelum menjadi pelabuhan atau terminal konteiner besar, mobil pengangkut peti kemas harus memutar dan mengikuti jalan tol. Butuh waktu lama sampai ke pelabuhan. Tapi sekarang dibangun terowongan untuk memangkas jarak itu, lanjut Cing-Cing lagi.

Pelabuhan peti kemas Shenzhen menjadi salah satu pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia selain Singapura, Shanghai, Hongkong, Busan, Guangzhou, Dubai, Ningbo, Qingdao dan Rotterdam.

"Pengusaha Tiongkok akan berinvestasi ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung. Karena itu perlu dukungan semua pihak untuk mewujudkan Kota Bitung, Provinsi Sulawesiu Utara sebagai salah satu pintu Indonesia di asia pasifik," kata Kepala Bagian Humas Pemprov Sulut Yahya Rondonuwu.

Pewarta : Oleh Karel A Polakitan
Editor : Guntur Bilulu
Copyright © ANTARA 2024