Manado, 16/4 (AntaraSulut) - Komoditas cabai di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), dinilai mampu memproduksi lima kali lipat dibandingkan cabai biasa.

"Saat ini cabai tersebut telah dibudidaya di daerah tersebut dan difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI)," kata Kepala Kantor BI Perwakilan Sulut, Luctor Tapiheru di Manado, Kamis.

Luctor mengatakan, cabai ini dikenal dengan nama hasil rawit sangihe (HRSa) yang ternyata sudah lama di daerah tersebut yang kualitasnya sama dengan cabai Gorontalo.

Kelebihan dari cabai HRSa ini varietasnya sama seperti di Meksiko dan buah yang dihasilkan cukup banyak karena bertumbuhnya berumpun seperti buah cengkih, sehingga hasilnya jauh lebih banyak.

"BI mengembangkan cabai ini di Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan diharapkan dapat menstabilkan harga cabai yang sering naik cukup signifikan dan selalu memberi dampak pada inflasi," jelasnya.

Cabai rawit yang dikembangkan petani di Kepulauan Sangihe sistemnya mengikuti apa yang dilakukan petani Meksiko. Adanya perluasan pengembangan penanaman komoditas cabai diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat daerah yang sangat tinggi.

"Cabai rawit sudah menjadi kebutuhan pokok Sulut, karena itu permintaanya sangat tinggi," katanya.

Sebagai bahan kebutuhan pokok, katanya maka cabai rawit sering menjadi pemicu inflasi disaat harga cabai melambung tinggi dan deflasi disaat turun cukup drastis.

"Jika semua kabupaten dan kota telah memproduksi cabai rawit, maka tidak khawatir kekurangan stok, efeknya pada harga dapat stabil," jelasnya.

Harga cabai rawit di Manado dan sekitarnya pada akhir 2014 lalu sempat menyentuh angka Rp200 ribu per kilogram namun, kemudian turun menjadi Rp25 ribu per kilogram. ***3***

(T.KR-NCY/B/F003/F003) 16-04-2015 09:08:06

Pewarta : Oleh Nancy Lynda Tigauw
Editor :
Copyright © ANTARA 2024