Minahasa, (AntaraSulut) - Tetesan air mata umat katolik mewarnai prosesi penyalipan Yesus Kristus pada perayaan Jumat Agung di Paroki Bunda Hati Kudus Yesus (BKHY) Rumengkor, Kabupaten Minahasa, Keuskupan Manado dilaksanakan tepat pada Pukul 15.00 Wita.

"Perayaan Jumat Agung tahun ini, dibuat lain dari biasanya, yakni dengan menggelar drama singkat atau "table" penyalipan Yesus Kristus, dan ternyata ini memberi kesan mendalam hingga banyak umat meneteskan air mata," kata Pastor Paroki Bunda Hati Kudus Yesus Rumengkor, Christofel Freydi Andries, MSC (Missionarii Sacratissimi Cordis Iesu) di Minahasa, Jumat.

Dalam table tersebut, para pameran memperagakan bagaimana peristiwa penyalipan Sang Juru Selamat manusia sebagimana kira-kira yang terjadi ribuan tahun silam dimana Tuhan Yesus rela mengorbankan dirinya disalib.

Pastor Freydi mengatakan perayaan Jumat Agung merupakan rangkaian tiga hari suci atau Tri Hari Suci dimulai perayaan Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah.

Khusus Jumat Agung, tidak dilaksanakan misa, tetapi hanya ibadat dengan tiga bagian penting yakni ibadat sabda, penciuman atau penyembahan salib dan komuni.

Jumat Agung, kata Pastor Fredy mungkin memang hari paling menyedihkan dalam Gereja Katolik, karena pada hari ini kita mengenangkan wafat Kristus.

Umat diingatkan bahwa semuanya adalah pendosa namun dosa-dosa kita telah ditebus melalui kematian Yesus di kayu salib. Karena itu, layaklah bila kita menunjukkan rasa hormat kita dengan mempersembahkan seluruh dosa kita kepada Tuhan melalui sakramen rekonsiliasi.

"Melalui penerimaan sakramen rekonsiliasi, kita dilahirkan menjadi manusia baru yang memiliki hubungan erat dengan Tuhan," kata Pastor Freydi.

Lebih 1000 umat katolik memadati gereja berkapasitas sekitar 600 umat tersebut, sehingga pimpinan umat setempat harus membuat tenda guna menampung umat yang mau melaksanakan perayaan Jumat Agung.

Seluruh gereja katolik di Indonesia dan seluruh dunia merayakan Jumat Agung tepat pada Pukul 15.00 Wita dan semua gereja dipadati umat.
















Pewarta :
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024