Jakarta (ANTARA) - Ahli dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan belum cukup bukti untuk melakukan audit forensik terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
“Apakah cukup untuk audit forensik? Saya berpendapat belum karena belum ada terjadi tindak pidana di sana,” kata Marsudi saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan audit forensik baru bisa dilakukan jika memang ada bukti tindak pidana atau kecurangan (fraud) yang terjadi pada Sirekap. Adapun salah satu syarat terjadinya fraud, imbuh Marsudi, adalah adanya mens rea atau niat.
Namun, Sirekap merupakan sebuah alat bantu yang dioperasikan lewat perangkat lunak (software). Ketika terjadi kesalahan interpretasi data dari C Hasil yang difoto dengan yang terbaca, hal itu sepenuhnya kesalahan software dan tidak ada niat dari manusia.
“Yang mengkonversi gambar menjadi angka itu kan software, aplikasi, sistem sebuah aplikasi. Apakah aplikasi itu punya niat? Kan tidak, karena aplikasinya itu sudah di-training (dilatih) dengan data oleh developer (pengembang),” tutur Marsudi.
Menurut dia, fraud baru bisa terjadi ketika dokumen autentik C Hasil diubah oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Tapi kalau selama ini tidak pernah ada sanggahan bahwa hasil penghitungan suara di level TPS itu berbeda dengan kenyataan,” ucap Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Dijelaskan Marsudi, pengembang Sirekap dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melatih software Sirekap untuk membaca ribuan tulisan tangan. Akan tetapi, dia mengakui mesin tidak bisa sempurna.
“Biarpun di-training dengan ribuan tulisan tangan, tetap namanya mesin itu tidak se-perfect manusia, pasti ada kesalahan,” imbuh Marsudi.
Agenda di dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres pada Rabu adalah mendengarkan pembuktian dari KPU selaku pihak termohon dan Bawaslu.
KPU menghadirkan satu orang ahli dan dua saksi. Ahli yang hadir adalah Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo. Sedangkan saksi yang hadir adalah Pengembang Sirekap dari ITB Yudistira Dwi Wardhana Asnar, ST., Ph.D dan Kepala Bidang pada Pusdatin KPU Andre Putra Hermawan, ST., M.Cs.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ahli dari KPU sebut belum cukup bukti untuk lakukan audit forensik
“Apakah cukup untuk audit forensik? Saya berpendapat belum karena belum ada terjadi tindak pidana di sana,” kata Marsudi saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan audit forensik baru bisa dilakukan jika memang ada bukti tindak pidana atau kecurangan (fraud) yang terjadi pada Sirekap. Adapun salah satu syarat terjadinya fraud, imbuh Marsudi, adalah adanya mens rea atau niat.
Namun, Sirekap merupakan sebuah alat bantu yang dioperasikan lewat perangkat lunak (software). Ketika terjadi kesalahan interpretasi data dari C Hasil yang difoto dengan yang terbaca, hal itu sepenuhnya kesalahan software dan tidak ada niat dari manusia.
“Yang mengkonversi gambar menjadi angka itu kan software, aplikasi, sistem sebuah aplikasi. Apakah aplikasi itu punya niat? Kan tidak, karena aplikasinya itu sudah di-training (dilatih) dengan data oleh developer (pengembang),” tutur Marsudi.
Menurut dia, fraud baru bisa terjadi ketika dokumen autentik C Hasil diubah oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Tapi kalau selama ini tidak pernah ada sanggahan bahwa hasil penghitungan suara di level TPS itu berbeda dengan kenyataan,” ucap Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Dijelaskan Marsudi, pengembang Sirekap dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melatih software Sirekap untuk membaca ribuan tulisan tangan. Akan tetapi, dia mengakui mesin tidak bisa sempurna.
“Biarpun di-training dengan ribuan tulisan tangan, tetap namanya mesin itu tidak se-perfect manusia, pasti ada kesalahan,” imbuh Marsudi.
Agenda di dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres pada Rabu adalah mendengarkan pembuktian dari KPU selaku pihak termohon dan Bawaslu.
KPU menghadirkan satu orang ahli dan dua saksi. Ahli yang hadir adalah Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo. Sedangkan saksi yang hadir adalah Pengembang Sirekap dari ITB Yudistira Dwi Wardhana Asnar, ST., Ph.D dan Kepala Bidang pada Pusdatin KPU Andre Putra Hermawan, ST., M.Cs.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ahli dari KPU sebut belum cukup bukti untuk lakukan audit forensik