Manado, (AntaraSulut) - Ketentuan Bank Indonesia (BI) tentang batasan pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) rumah ke-2 dan ke-3 atau yang disebut Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV), ternyata tidak pengaruhi penjualan properti di Kota Manado, Sulut.

"Penjualan perumahan di Sulut terus meningkat dari waktu ke waktu, baik rumah sederhana maupun rumah mewah untuk kalangan menengah ke atas," kata Managing Director AKR land development, pengembang di kawasan GKIC, Widijanto di Manado, Jumat.

Grand Kawanua International City (GKIC), kata Widijanto, memberikan kemudahan kepada masyarakat yang akan mengambil rumah dengan cicilan uang muka yang dipermudah, sehingga penjualan properti di Sulut tetap naik.

BI secara resmi mengeluarkan batasan pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah ke-2 dan rumah ke-3 yang disebut Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV). Sehingga, memrlukan uang muka yang besar untuk mengambil rumah ke-2 dan seterusnya.

"Namun di GKIC, ada berbagai kemudahan dan promo khusus bagi yang ingin membeli rumah di kawasan perumahan yang sangat strategis di Sulut tersebut," jelasnya.

Kepala Kantor BI Perwakilan Sulut, Luctor Tapiheru mengatakan aturan LTV tersebut, tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013, yang intinya membatasi pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk rumah ke-2 dan rumah ke-3.

Dalam aturan baru itu disebutkan, untuk KPR tipe 22�70 rumah kedua, fasilitas kredit yang bisa diberikan maksimal adalah 70 persen dari nilai agunan (harga rumah). Sedangkan untuk rumah ketiga dengan tipe yang sama, maksimal kredit yang bisa diberikan adalah 60 persen dari nilai agunan.

Adapun untuk KPRS dan KPR tipe 70 atau lebih, maksimal Fasilitas Kredit (FK) atau Fasilitas Pembiayaan (FP) untuk rumah pertama adalah 70 persen, untuk rumah kedua maksimal 60 persen, dan untuk rumah ketiga maksimal 50 persen.

Ia menjelaskan, penyempurnaan ketentuan Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV) itu dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pascapenerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.

Luctor menyebutkan, tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.

Untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity), katanya, ketentuan yang baru memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif).

"Sasaran utama dari pengaturan dimaksud adalah mengantisipasi potensi risiko gagal bayar yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit," katanya.

Ia menegaskan, kebijakan pengaturan pemberian KPR untuk rumah ke-2 dan ke-3 ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat ketahanan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Di sisi lain, ketentuan Loan LTV) / FTV untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti itu juga bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk memperoleh rumah layak huni serta meningkatkan aspek perlindungan konsumen di sektor properti.





Pewarta : Oleh nancy Lynda Tigauw
Editor :
Copyright © ANTARA 2024