Manado (ANTARA) - Kepala Balai Besar Obat dan Makanan (BBPOM) Manado, Hariani mengajak masyarakat yang membeli obat antibiotik di sarana penyedia obat menggunakan resep dokter.
"Penggunaan dosis yang salah bisa menyebabkan resistensi antibiotik. Sekarang ini banyak masyarakat kalau beli antibiotik tidak menggunakan resep dokter," ujar Hariani pada Sosialisasi Pengendalian Resistensi Antimikroba di Manado, Sulut, Senin.
Apabila menggunakan resep dokter maka bisa dikendalikan oleh rumah sakit, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) atau organisasi profesi lainnya.
"Mereka (organisasi profesi) diarahkan untuk meresepkan yang rasional. Apabila antibiotik diperlukan baru diberikan," katanya.
Peran BBPOM adalah melakukan pengawasan terhadap sarana distribusi obat mulai dari toko, apotik, rumah sakit, puskesmas atau fasilitas layanan kesehatan lainnya.
"Sekarang kita mau intervensi sarana-sarana supaya tidak menyerahkan antibiotik kepada masyarakat tanpa disertai resep dokter karena bisa berpotensi resisten mikrobanya terhadap antibiotik yang diminum. Dampak resisten terhadap resistensi yang lain lagi akan menumpuk, ini yang akan kita antisipasi mulai dari sekarang," ujarnya.
BBPOM, lanjut dia, akan menggandeng Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan edukasi sampai ke pemilik apotik atau pemilik sarana apotik agar tidak menyerahkan antibiotik tanpa disertakan resep dokter.
"Kita ingin pengajak agar pemilik sarana apotik mengerti, jangan hanya melihat dari sisi bisnis tapi juga kepentingan masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, BBPOM tidak bisa bergerak sendiri melakukan pengawasan kepada penyedia atau distributor obat ke masyarakat.
"Perlu kerja bersama, tugas bersama melakukan pengawasan, organisasi profesi termasuk pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota," ujarnya.
Hariani kembali menegaskan, bahwa antibiotik termasuk golongan obat keras, artinya kalau obat keras diperoleh di apotik maka harus memakai resep dokter.***3***
"Penggunaan dosis yang salah bisa menyebabkan resistensi antibiotik. Sekarang ini banyak masyarakat kalau beli antibiotik tidak menggunakan resep dokter," ujar Hariani pada Sosialisasi Pengendalian Resistensi Antimikroba di Manado, Sulut, Senin.
Apabila menggunakan resep dokter maka bisa dikendalikan oleh rumah sakit, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) atau organisasi profesi lainnya.
"Mereka (organisasi profesi) diarahkan untuk meresepkan yang rasional. Apabila antibiotik diperlukan baru diberikan," katanya.
Peran BBPOM adalah melakukan pengawasan terhadap sarana distribusi obat mulai dari toko, apotik, rumah sakit, puskesmas atau fasilitas layanan kesehatan lainnya.
"Sekarang kita mau intervensi sarana-sarana supaya tidak menyerahkan antibiotik kepada masyarakat tanpa disertai resep dokter karena bisa berpotensi resisten mikrobanya terhadap antibiotik yang diminum. Dampak resisten terhadap resistensi yang lain lagi akan menumpuk, ini yang akan kita antisipasi mulai dari sekarang," ujarnya.
BBPOM, lanjut dia, akan menggandeng Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan edukasi sampai ke pemilik apotik atau pemilik sarana apotik agar tidak menyerahkan antibiotik tanpa disertakan resep dokter.
"Kita ingin pengajak agar pemilik sarana apotik mengerti, jangan hanya melihat dari sisi bisnis tapi juga kepentingan masyarakat," ujarnya.
Menurut dia, BBPOM tidak bisa bergerak sendiri melakukan pengawasan kepada penyedia atau distributor obat ke masyarakat.
"Perlu kerja bersama, tugas bersama melakukan pengawasan, organisasi profesi termasuk pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota," ujarnya.
Hariani kembali menegaskan, bahwa antibiotik termasuk golongan obat keras, artinya kalau obat keras diperoleh di apotik maka harus memakai resep dokter.***3***