Jakarta (ANTARA) - Emiten farmasi PT Indofarma Tbk (INAF) siap mengimplementasikan proyek pengembangan alat kesehatan dan herbal pada 2022 guna meningkatkan kinerja perseroan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.
"Pada tahun ini, perseroan akan melakukan proyek implementasi dari lima proyek pengembangan alat kesehatan dan herbal dengan total investasi yang bersumberkan dari dana shareholder loan (SHL) Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp199,86 miliar," kata Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Kelima proyek tersebut antara lain proyek pabrik medical furniture dengan nilai pembiayaan investasi Rp16,53 miliar, proyek pabrik elektromedis sebesar Rp74,98 miliar, proyek in vitro diagnostik & instrument sebesar Rp71,86 miliar, proyek natural extract sebesar Rp26,49 miliar, dan proyek supporting function sebesar Rp10 miliar.
Arief menyampaikan, proyek tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan dan kemandirian industri kesehatan Indonesia.
"Target serapan dana PMN untuk pembangunan beberapa fasilitas produksi di atas ditargetkan selesai keseluruhannya di triwulan II-2023, dan diharapkan pada triwulan III-2023 telah dapat beroperasional dan memberikan kontribusi untuk kinerja perseroan yang lebih baik," ujar Arief.
Secara konsolidasian, sepanjang 2021 perseroan berhasil mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp2,9 triliun, meningkat sebesar Rp1,19 triliun atau 69,15 persen dibandingkan 2020 sebesar Rp1,72 triliun.
Peningkatan penjualan bersih tersebut terutama masih didominasi dari penjualan produk covid-related baik untuk segmen alat kesehatan, obat-obatan dan pengadaan serta distribusi penugasan vaksin COVID-19, Covovax.
Neraca keuangan konsolidasian perseroan pada 2021 mencatatkan pertumbuhan jumlah aset baik aset lancar dan tidak lancar sebesar 17,42 persen dibandingkan 2020, dengan nilai sebesar Rp2,01 triliun dibandingkan Rp1,71 triliun pada 2020.
Jumlah ekuitas juga mencatatkan sebesar Rp508,31 miliar, mengalami kenaikan sebesar 18,12 persen dibandingkan 2020 dengan nilai sebesar Rp430,33 miliar.
Dari sisi pengendalian biaya, walaupun beban pokok penjualan perseroan mengalami kenaikan 86,34 persen sejalan dengan peningkatan penjualan dibandingkan 2020, laba bruto 2021 meningkat sebesar 12,74 persen dari Rp400,6 miliar pada 2020 menjadi Rp451,65 miliar.
Secara operasional, perseroan telah berhasil meningkatkan kinerja sehingga mampu mendapatkan EBITDA Rp184,56 miliar pada 2021 dibandingkan EBITDA 2020 sebesar Rp164,4 miliar atau tumbuh sebesar 12,26 persen.
Dengan adanya penerapan kebijakan akuntansi PSAK 71 pada 2020, emiten berkode saham INAF itu membukukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan beban pajak kini yang berdampak terhadap tergerusnya laba bersih perseroan sehingga perseroan membukukan rugi bersih sebesar Rp37,57 miliar. Hal tersebut dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi dan bagian dari tindakan prudent perseroan.
"Pada tahun ini, perseroan akan melakukan proyek implementasi dari lima proyek pengembangan alat kesehatan dan herbal dengan total investasi yang bersumberkan dari dana shareholder loan (SHL) Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp199,86 miliar," kata Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Kelima proyek tersebut antara lain proyek pabrik medical furniture dengan nilai pembiayaan investasi Rp16,53 miliar, proyek pabrik elektromedis sebesar Rp74,98 miliar, proyek in vitro diagnostik & instrument sebesar Rp71,86 miliar, proyek natural extract sebesar Rp26,49 miliar, dan proyek supporting function sebesar Rp10 miliar.
Arief menyampaikan, proyek tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan dan kemandirian industri kesehatan Indonesia.
"Target serapan dana PMN untuk pembangunan beberapa fasilitas produksi di atas ditargetkan selesai keseluruhannya di triwulan II-2023, dan diharapkan pada triwulan III-2023 telah dapat beroperasional dan memberikan kontribusi untuk kinerja perseroan yang lebih baik," ujar Arief.
Secara konsolidasian, sepanjang 2021 perseroan berhasil mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp2,9 triliun, meningkat sebesar Rp1,19 triliun atau 69,15 persen dibandingkan 2020 sebesar Rp1,72 triliun.
Peningkatan penjualan bersih tersebut terutama masih didominasi dari penjualan produk covid-related baik untuk segmen alat kesehatan, obat-obatan dan pengadaan serta distribusi penugasan vaksin COVID-19, Covovax.
Neraca keuangan konsolidasian perseroan pada 2021 mencatatkan pertumbuhan jumlah aset baik aset lancar dan tidak lancar sebesar 17,42 persen dibandingkan 2020, dengan nilai sebesar Rp2,01 triliun dibandingkan Rp1,71 triliun pada 2020.
Jumlah ekuitas juga mencatatkan sebesar Rp508,31 miliar, mengalami kenaikan sebesar 18,12 persen dibandingkan 2020 dengan nilai sebesar Rp430,33 miliar.
Dari sisi pengendalian biaya, walaupun beban pokok penjualan perseroan mengalami kenaikan 86,34 persen sejalan dengan peningkatan penjualan dibandingkan 2020, laba bruto 2021 meningkat sebesar 12,74 persen dari Rp400,6 miliar pada 2020 menjadi Rp451,65 miliar.
Secara operasional, perseroan telah berhasil meningkatkan kinerja sehingga mampu mendapatkan EBITDA Rp184,56 miliar pada 2021 dibandingkan EBITDA 2020 sebesar Rp164,4 miliar atau tumbuh sebesar 12,26 persen.
Dengan adanya penerapan kebijakan akuntansi PSAK 71 pada 2020, emiten berkode saham INAF itu membukukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan beban pajak kini yang berdampak terhadap tergerusnya laba bersih perseroan sehingga perseroan membukukan rugi bersih sebesar Rp37,57 miliar. Hal tersebut dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi dan bagian dari tindakan prudent perseroan.