Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan dalam menghadapi situasi perluasan suatu wabah penyakit baik secara global ataupun nasional.

“Analisis dan prediksi saya menyikapi situasi global terakhir baik di regional maupun nasional, sebagai peneliti global health security atau ketahanan kesehatan global, saya sampaikan bahwa situasi pandemi ini memberikan dampak langsung dan tidak langsung,” kata Dicky dalam keterangan suara yang diterima di Jakarta, Jumat.

"Termasuk juga ketika kita tidak mengambil pelajaran dan tidak memperbaikinya, artinya kita mengundang bangkitnya wabah lama dan wabah baru," lanjut Dicky.

Ia menuturkan anak-anak menjadi pihak dominan yang paling rentan terhadap suatu wabah. Anak-anak merupakan magnet dan berpotensi menjadi asal mula timbulnya suatu wabah di masa modern.

Hal itu karena banyak anak, utamanya yang berusia di bawah enam tahun, cenderung belum memiliki imunitas untuk menghadapi suatu penyakit, bahkan terkesan ada penurunan anti bodi selama menghadapi pandemi seperti COVID-19.

Di samping itu, munculnya baik wabah lama seperti polio, hepatitis ataupun wabah baru seperti monkeypox (cacar monyet) disebabkan karena adanya perubahan pada perilaku manusia yang mungkin menjadi lebih rawan dan abai terhadap kesehatan juga kebersihan lingkungan sehingga memicu terjadinya kerawanan terhadap satu atau lebih banyak populasi.
 

Hal lain yang menyebabkan kerawanan pada anak yakni banyak negara memberikan pelonggaran terhadap aturan protokol kesehatan saat menghadapi sebuah pandemi, tanpa sempat memperbaiki sistem kesehatan dan respons mitigasinya yang belum terbilang optimal.

Dicky memprediksi bila hal tersebut terus dilanjutkan, dunia tidak hanya menghadapi satu atau dua pandemi penyakit tetapi akan muncul banyak Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit-penyakit lama, bahkan di negara-negara yang disangka tidak akan berpotensi terkena wabah sekalipun.

“Kita sudah bahkan mengalami timbulnya kasus wabah dari monkeypox, hepatitis, penyakit tangan, kaki dan mulut (HFMD) yang kalau kita lihat satu-satu jumlah prevalensinya meningkat. Sebagai contoh HFMD di Malaysia itu dibandingkan tahun lalu saja atau tahun sebelumnya setidaknya dua kali, ditambah monkeypox yang tadinya endemi di Afrika, ini cenderung bisa endemi di luar Afrika,” kata dia.
 

Dicky juga menekankan, meskipun dunia berupaya mengetatkan kembali 3M seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak atau menanam pohon untuk menghindari potensi zoonotik, upaya-upaya itu tidak serta merta akan memperbaiki situasi yang sudah tersistem seperti saat ini.

Ia juga memperingatkan apabila setiap pihak tidak mengambil pelajaran dari pandemi COVID-19, terus abai dan tidak memperdulikan kelompok rentan, maka KLB akan segera terjadi baik akibat wabah lokal di tingkat nasional maupun regional.

Oleh karenanya, setiap negara diharapkan bisa berkolaborasi dengan lebih komprehensif, pelan namun pasti. Terutama dalam memperbaiki deteksi, respon, kapasitas laboratorium, sumber daya manusia, sanitasi lingkungan, perubahan lingkungan dan perilaku yang lebih sehat.

"Sekali lagi, bila kita tidak menghadapi akhir dari pandemi COVID-19 ini, kita harus didera dan harus siap dengan fakta atau menerima banyak kasus-kasus KLB,” ujar Dicky.

Baca juga: Epidemiolog: Penggunaan masker dan vaksinasi kombinasi signifikan atasi pandemi

Baca juga: Epidemiolog: Perhatikan status imunitas keluarga saat ikut kegiatan mudik


Pewarta : Hreeloita Dharma Shanti
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024