Upacara adat "Tulude", tradisi warisan masyarakat Sangihe, Talaud dan Sitaro, menjadi salah satu agenda tetap yang dilaksanakan masyarakat keturunan Nusa Utara, sebutan untuk ketiga kabupaten kepulauan tersebut, dimanapun berada.
     Di Manado, masyarakat keturunan Nusa Utara juga memelihara tradisi tersebut dan merayakannya setiap akhir Januari atau awal Februari, dengan mengundang kepala daerah sebagai tamu kehormatan untuk hadir dalam upacara yan sarat muatan keagamaan tersebut.
     Pelaksanaannya pun dilakukan oleh berbagai kelompok untuk mensyukuri berkat Tuhan selama setahun yang berlaku, dan mengharapkan berkat yang berlimpah di tahun baru, untuk pekerjaan sampai karir dan keluarga.
     Wali Kota Manado Vicky Lumentut, memuji tradisi masyarakat keturunan Nusa Utara di ibukota provinsi ini, karena menjadi salah satu alat pemersatu warga kota, sekaligus pendorong dan motivasi untuk selalu mendukung berbagai program pemerintah.
     Bahkan dalam pelaksanaan upacara adat "Tulude" Wali Kota dan Wakil wali kota selalu mendapakan kehormatan menggunakan pakaian adat dan dipasangkan "paporong" atau topi yang merupakan lambang kebersamaan dan ketulusan warga keturunan Nusa Utara kepada pemimpin kota.
     Penghormatan bagi pemimpin daerah tersebut juga merupakan bentuk dukungan masyarakat keturunan Nusa Utara di rantau kepada kepala daerah, karena selama menjalankan pemerintahan sudah berlaku bijaksana dan memperhatikan masyarakat dengan menelorkan berbagai program pro rakyat.
     Wali Kota Manado Vicky Lumentut mengakui perayaan Tulude merupakan sebuah tradisi tradisi sarat muatan religi, maka harus menjadi kebiasaan yang dipertahankan tidak boleh hilang meskipun warga keturunan Nusa Utara sudah hidup di rantau.
     "Tradisi yang sarat makna ini, harus tetap dipegang teguh karena menjadi pertanda kalau kita tetap ingat dengan asal usul kita nantinya,"katanya.
     Apalagi menurutnya dengan tetap melaksanakan tradisi tersebut, maka anak cucu juga akan ikut memelihara upacara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tersebut.


Syukur dan Kue Tamo

     Upacara Tulude, berasal dari kata "Suhude" yang artinya menolak atau mendorong, dan pengertian dalam upacara ini adalah menolak berpatokan pada tahun lama, dan menyambut yang baru.
     Upacara Tulude sebenarnya merupakan ritual pengucapan syukur masyarakat Sangihe, Talaud dan Sitaro, atas berkat Tuhan yang dalam bahasa daerah disebut "Mawu Ruata Gengghona", atas berkat yang dilimpahkan dalam setahun berlalu.
     Upacara ini sebenarnya dilaksanakan pada 31 Desember atau setiap akhir tahun, namun bergeser ke akhir Januari, karena di pergantian tahun ada banyak kesibukan, terutama masyarakatnya disibukan dengan ibadah pergantian tahun.
     Kemudian dilaksanakan setiap akhir Januari dan dibawa orang-orang keturunan Sangihe, Talaud, Sitaro atau Nusa utara kemana-mana mereka merantau dan menjadi penduduk di satu daerah.
     Dalam upacara tulude Kue tamo adalah sebuah keharusan, dimana kehadirannya menjadi sebuah simbol syukur masyarakat, dan kue tersebut dihiasi dengan bunga-bunga.
     Kue tamo kemudian akan dibawa dengan keliling kampung atau desa kemudian dipotong tue adat, sebelumnya ada upacara penyambutan oleh pasukan pengiring, tarian gunde, lenso, ampat wayer, sampai Masamper juga adalah bagian acara ini.
     Pelaksanaan upacara tulude ini menjadi salah satu tradisi tahunan di Sulut, dan di daerah lainnya, dimana masyarakat keturunan etnis nusa utara berdiam.
     Di Sulut perayaannya di Sangihe, Sitaro dan Talaud, selalu dihadiri gubernur dan para petinggi daerah ini, apalagi yang punya pertalian darah dengan daerah tersebut sehingga pelaksanaannya selalu meriah, setiap tahunnya. ***4***


Pewarta : Oleh: Joyce Bukarakombang
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024