Manado (ANTARA) - Koalisi Save Sangihe Island (SSI), tak pernah menyerah memperjuangkan penolakan terhadap keberadaan PT. Tambang Mas Sangihe (TMS), sampai di jalur hukum. Hal itu ditunjukan dengan bergulirnya masalah tersebut di PTUN Jakarta.
Koalisi yang beranggotakan 32 komunitas masyarakat Sangihe itu, terus memberikan peringatan, penegasan dan perlawanan dengan cara cara terhormat.
"Semua masyarakat Sangihe tetap menolak penetapan Kabupaten Pulau Sangihe menjadi wilayah konsesi PT TMS" tegas kordinator SSI, Alfred Pontolondo,
Dia menegaskan penolakan masif dilakukan, karena pertambangan itu berisiko merusak alam dan sudah pasti akan berdampak pada kehidupan manusia.
“Seluruh masyarakat Kabupaten Sangihe menolak penambangan emas yang dilakukan PT. TMS, karena pulau ini adalah pulau kecil, hanya sebesar 736,98 Kilometer Persegijauh di bawah batasan pulau kecil yakni lebih kecil atau sama dengan 2000 Kilometer Persegi. Hal itu jelas telah diatur dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bahkan Pasal 35 Huruf k secara jelas menyatakan larangan pertambangan atas pulau kecil,” katanya.
Ditambahkannya, bahwa perjuangan ini tidak akan terhenti,karena semangat dan perlawanan untuk melindungi pulau sebagai ruang hidup Suku Bangsa Sangihe akan terus digelorakan.
Pontolondo menegaskan mereka tidak akan berhenti sebelum negara menyatakan perusahaan itu tidak boleh operasi di Sangihe.
"kami D tidak akan mundur dan akan terus mempertahankan keberadaan dan kelangsungan ekosistem pulau Sangihe dengan jalan apapun dan sampai kapanpun," tegas aktivis tersebut.
Sekali lagi dia menegaskan secara litigasi perlawanan terus dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat terkait IOP (Ijin Operasi Produksi) PT. TMS yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia (RI), sementara berjalan dan sudah memasuki tahap pembacaan kesimpulan, putusannya kemungkinan besar dua atau tiga minggu depan, juga izin lingkungan yang digugat oleh SSI di PTUN Manado saat ini sementara berproses.
Kamis nanti katanya, jadwal
pengajuan saksi dari pihak tergugat yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulut dan tergugat intervensinya adalah PT. TMS.
Sedangkan dari sisi non litigasi, pihaknya telah melakukan pendampingan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak-dampak dari kehadiran tambang, yang dikomparasikan dengan kasus-kasus pertambangan yang terjadi di daerah lain misalnya Buyat, Rinondoran, serta pulau-pulau yang di okupasi oleh kegiatan perusahaan-perusahaan pertambangan. SSI tidak mengesampingkan terkait keamanan, ketertiban, keselamatan dan kenyamanan masyarakat di tengah-tengah merebaknya pandemi COVOD -19 hingga masuk Ramadan 1443 Hijriah/2022 Masehi saat ini.
Dia mengatakan berdasarkan UU 1/2014, PT. TMS selaku penanam modal wajib mendapatkan izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI, untuk mendapatkan izin pemanfaatan pulau. Mereka baru memiliki izin teknis dari SK yang di keluarkan oleh Dirjen Mineral dan Batu Bara, tanggal 29 Januari 2021. Izin teknisnya untuk mereka melakukan kegiatan operasi, tetapi izin pemanfaatan pulaunya mereka tidak punya. Sementara mereka wajib untuk memiliki itu.
"Kami nyatakan waktu rapat itu termasuk pihak Polda Sulut, Dinas Perhubungan Provinsi Sulut juga hadir pada tanggal 4 Maret 2022 di Hotel Luwansa. Saya sampaikan kepada mereka itu sama seperti orang mengendarai sepeda motor, perusahaan ini baru memiliki SIMnya tetapi belum memiliki STNKnya. Bisa tidak seseorang menaiki sepeda motor itu?, jelas ini pelanggaran. Jadi perusahaan ini wajib memiliki STNKnya yaitu izin pemanfaatan pulau dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Dengan dasar itu, masyarakat kemudian hari ini mencegah alat berat PT. TMS untuk datang ke Kabupaten Kepulauan Sangihe,” jelas Pontolondo.
Soal gesekan gesekan di masyarakat yang nantinya bisa terjadi kapan saja, Alfred Pontolondo menegaskan, hal itu tergantung jikalau PT. TMS tidak memaksakan diri untuk memasukkan alat beratnya. SSI bisa menjamin anggota mereka untuk tidak melakukan tindakan anarkis atau kekerasan, hingga bentrok fisik.
"Pulau kecil harus dipertahankan dan dijaga. Tidak boleh ada kekuasaan dan modal atau kekuatan apapun yang memaksa pulau kecil dan masyarakat yang menghuninya harus tunduk, tersingkir lalu keluar dari ruang hidupnya karena dalih investasi atau kepentingan apapun. Negara harus menjaga pulau kecil. Jika tidak , maka rakyatlah yang harus menjaga pulaunya sendiri dan mempertahankannya dengan harga diri," katanya.