Washington (ANTARA) - Berikut beberapa fakta menyangkut pesawat jet Boeing 737-800 dan penerbangan China Eastern Airlines yang jatuh pada Senin (21/3) dengan membawa 132 orang di dalamnya:

BOEING 737-800

Boeing 737-800 adalah bagian dari seri 737, jenis pesawat komersial yang paling banyak diterbangkan di dunia. Seri tersebut dibangun pada 1960-an untuk melayani rute jarak pendek atau menengah.

737-800 masuk ke kelompok 737 NG atau Next-Generation, yang jumlah pengirimannya sudah mencapai lebih dari 7.000 pesawat sejak 1993 serta memiliki catatan keselamatan yang sangat baik setelah hampir 30 tahun penerbangan.

737-800 yang berisi 162 hingga 189 kursi diluncurkan pada 5 September 1994. NG adalah pendahulu 737 MAX.



Pesawat-pesawat MAX dikandangkan di seluruh dunia selama lebih dari 20 bulan setelah dua penerbangan pesawat jenis itu jatuh hingga menewaskan total 346 orang. MAX hingga kini masih dilarang terbang di China.

Di Amerika Serikat, American Airlines adalah maskapai yang paling banyak mengoperasikan 737-800, yaitu 265 penerbangan, diikuti dengan Southwest Airlines dengan 205 penerbangan dan United Airlines dengan 136 penerbangan, menurut penyedia data penerbangan Cirium.

Kecelakaan maut terakhir yang melibatkan 737-800 terjadi pada Agustus 2020, yaitu ketika pesawat Air India Express jatuh saat mendarat di Bandara Internasional Calicut di Negara Bagian Kerala, di India bagian selatan.

Kecelakaan yang terjadi di tengah hujan deras itu menewaskan 21 orang. Sebuah laporan yang dibuat oleh pemerintah India menyebutkan bahwa kecelakaan disebabkan oleh kesalahan pilot.

737-800 milik China yang pada Senin mengalami kecelakaan maut berusia enam tahun, menurut layanan pelacak penerbangan Flightradar24.

Pesawat nahas tersebut jatuh saat terbang dari Kunming, ibu kota Provinsi Yunnan, menuju Guangzhou, ibu kota Provinsi Guandong.



CHINA

Catatan keselamatan penerbangan China adalah salah satu yang terbaik di dunia dalam satu dasawarsa terakhir ini.

Namun, China tidak terlalu bersikap transparan dibandingkan dengan negara-negara seperti AS dan Australia yang badan pengaturnya menerbitkan laporan perinci soal kecelakaan-kecelakaan penerbangan yang tidak memakan korban jiwa.

Menurut laman keselamatan penerbangan Aviation Safety Network (ASN), kecelakaan terakhir pesawat jet China yang berujung maut terjadi pada 2010.

Pada insiden 2010 itu, sebanyak 44 dari 96 orang yang berada di jet Embraer E-190 milik Henan Airlines tewas ketika pesawat jatuh saat mendekati bandara Yichuan.

Pada 1994, pesawat Tupolev Tu-154 milik China Northwest Airlines jatuh saat terbang dari Xian ke Guangzhou hingga menewaskan 160 orang di dalamnya. Kecelakaan penerbangan itu merupakan yang terburuk bagi China, menurut ASN.

Insiden penerbangan pada Senin (21/3) merupakan kecelakaan maut pertama yang dialami China Eastern sejak 2004.



Pada 2004, kata ASN, sebuah pesawat milik China Eastern jatuh tak lama setelah lepas landas dari sebuah bandara di China utara dan menewaskan 55 orang.

China Eastern, perusahaan penerbangan yang berkantor pusat di Shangai, didirikan pada 1998 dan merupakan salah satu dari tiga maskapai terbesar di China dan memiliki armada pesawat keluaran terbaru.

China Eastern merupakan bagian dari SkyTeam Alliance. Delta Air Lines memiliki dua persen saham di maskapai itu.

China Eastern dalam beberapa tahun belakangan tercatat sebagai salah satu dari sepuluh besar maskapai menyangkut jumlah penumpang.

Jumlah penerbangan penumpang antara China dan AS mengalami penurunan tajam sejak pandemi COVID-19 muncul.

Sumber: Reuters
 

Pewarta : Tia Mutiasari
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024