Sebagai organisasi modern, Muhammadiyah dalam usianya yg ke satu abad, langsung “mengintrospeksi” dirinya guna menghadapi tantangan zaman yang jauh lebih berat dengan cara mengadakan konferensi akademik tentang Muhammadiyah, yang disebut International Research Conference on Muhammadiyah (IRCM) di Universitas Muhammadiyah Malang pada 29 November – 2 Desember 2012.

Konferensi resmi dibuka Gubernur Jawa Timur (Jatim) DR. Haji Soekarwo, Kamis malam (29/11), dan disaksikan Ketum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin. Selaku ketua Steering Committee (SC) International Research Conference on Muhammadiyah (IRCM), Prof. Dr Azyumardi Azra (mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah) mengatakan, “IRCM ini merupakan konferensi science non-politik terbesar.
Bukan hanya di Indonesia, mungkin juga di dunia”.

 Pernyataan Azra beralasan karena para pembicara dan peserta datang dari berbagai negara di dunia. Negara asal para pakar Muhammadiyah tersebut antara lain; Australia, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Singapura, Thailand, dan tentu saja Indonesia. Hal itu dikemukakannya ketika memberi sambutan dalam acara pembukaan IRCM yang berlangsung di ruang teater, UMM Dome.

Selain Ketum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin, hadir pula mantan ketum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, serta sejumlah Pengurus pusat dan wilayah Muhammadiyah Se-Indonesia. Acara pembukaan yang kental akademik ini juga dhadiri ratusan mahasiswa UMM dan sejumlah dosen plus Rektornya, DR. Muhajir Effendy, MAP. Rektor dalam sambutannya mengatakan “Acara ini digelar untuk mencari identitas baru Muhammadiyah dalam menghadapi tantangan baru ke depan. Sejak dilahirkan KH. Ahmad Dahlan dari sebuah kampung kecil di Yogyakarta, Muhammadiyah telah berkembang pesat, dan turut mewarnai kehidupan berbangsa”.

Gubernur Jatim, Soekarwo dalam sambutan pembukaan acara ini mengatakan; “Peran Muhammadiyah sangat dirasakan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat Jatim selama ini. Tanpa bantuan Muhammadiyah, bisa jadi ada beberapa program yang dijalankan pemprov bakal tidak terlaksana. 

Ia menyebutkan, tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah warga miskin di Jatim saat ini lebih rendah dari rata-rata nasional. “Ini juga termasuk berkat peran Muhammadiyah yang telah ikut berkontribusi nyata dalam dunia pendidikan, kesehatan, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya, dan yang terpenting adalah membuat masyarakat Jatim semakin agamis”. Kemudian,  Soekarwo berharap IRCM dapat memberikan ide-ide yang positif bagi para peserta dan Muhammadiyah. Selain itu, atmosfir Malang dan Jawa Timur diharapkan memberikan pengaruh yang baik kepada semua yang hadir.

“Mudah-mudahan acara ini memberikan kesan dan memori yang Indah dan ada cerita tentang Jawa Timur yang dibawa ketika pulang nanti”, ucapnya. 

Din menuturkan Muhammadiyah di Jawa Timur berbeda dengan gerakan di daerah lainnya karena lebih dinamis. Amal usaha, lembaga dan perguruan tinggi di Jawa Timur tumbuh sangat baik. “Lewat acara IRCM ini akan sangat membantu dalam mencermati isu-isu, termasuk multikultural di tubuh Muhammadiyah,” tuturnya. 

Selanjutnya, kata Din, lewat IRCM ini pula Muhammadiyah bisa mengamati dinamika eksternal yang terjadi agar Muhammadiyah tetap menjadi gerakan Islam moderat dan bukan Islam radikal. 

Keesokan harinya tanggal 30 November hingga 2 Desember 2012 berlangsung dengan 8 tema materi diskusi, yaitu Panel 1. History, Panel 2, Philantropy, Panel 3. Education, 4. Politics, 5. Reform, 6. Gender Isue, 7. Youth and Radicalism, dan 8. Muhammadiyah Studies. Kedelapan materi diskusi inilah jika dilaksanakan secara konsisten maka dianggap para pakar ilmu-ilmu sosial dan budaya dari berbagai Negara tersebut bisa menghantarkan Muhammadiyah untuk menjawab tantangan yang semakin besar dan kompleks --- seratus tahun lagi ke depan. 

Ada tiga kategori peserta aktif dalam IRCM ini. Pertama adalah tokoh-tokoh senior dan profesor emeritus seperti James L. Peacock (AS), Mitsuo Nakamura (Jepang), Martin van Bruinessen (Belanda), M.C. Ricklefs (Australia), Robert Hefner (AS), Azyumardi Azra (UIN Jakarta), M. Amin Abdullah (UIN Yogayakarta). Kategori kedua adalah para pengkaji Muhammadiyah yang masih aktif di pertengahan karir seperti Jonathan Benthall, Eunsook Jung (Korea), Herman L. Beck, Nelly van Doorn-Harder, dan Hyung-jun Kim. Kategori terakhir adalah para ilmuwan muda seperti Ken Miichi, Hattori Mina dan Satomi Ogata (Jepang), Claire-Marie Hefner (AS), Gwenael Feillard, Steven Drakeley, Bambang Purwanto, Hilman Latif, Rahmawati Husen, Alimatul Qibtiyah, Endy Saputro, Amelia Fauzia, dan Pradana Boy. Tiga generasi sarjana tentang Muhammadiyah itu bertemu dalam satu forum untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan selama empat hari. 

Prof Mitsuo Nakamura dari Universitas Chiba Jepang yang menggagas awal acara ini merangkum paper-paper yang masuk di konferensi. Menurutnya, inilah saatnya Muhammadiyah menemukan identitas barunya memasuki abad ke-2 usianya ini. “Forum ini membahas identitas, arah dan gerak Muhammadiyah memasuki abad ke-2 mendatang, ujarnya.

* Ketua Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik PW Muhammadiyah Sulut 

Pewarta : Mahyudin Damis *
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024