Manado (ANTARA) - Sejalan dengan Rencana Strategis (Renstra) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) tahun 2020—2024 dan seturut pula dengan Renstra Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Bahasa di daerah, terdapat program prioritas dan kegiatan prioritas. Salah satunya, yakni pelindungan, pengembangan dan pembinaan bahasa dan sastra. Pelaksanaan tugas teknis pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra di daerah diukur dari sasaran kegiatan berupa terlindunginya bahasa dan sastra daerah yang kritis dan terancam punah. 

Dalam upaya untuk menghidupkan dan melestarikan bahasa daerah, terlebih bahasa daerah yang masuk dalam kategori terancam punah maka diperlukan langkah nyata dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud yang paling nyata dalam menghidupkan dan melindungi bahasa daerah, yaitu dengan mendokumentasikan bahasa daerah tersebut. Salah satu upaya pendokumentasian bahasa daerah yang dianggap efektif, yaitu dengan penyusunan kamus bahasa daerah. Melalui penyusunan kamus bahasa daerah, daya hidup suatu bahasa akan terbantu. Masyarakat penutur bahasa daerah akan terbantu dalam mempelajari bahasa mereka melalui kamus.
 
Indikator kinerja kegiatan bahasa dan sastra daerah yang kritis dan terancam punah terlindungi dalam Renstra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memiliki tolok ukur. Indikator ini diukur dengan meningkatnya jumlah penutur muda yang terlibat dalam pelindungan bahasa daerah kritis dan terancam punah. Tentu peningkatan jumlah penutur muda ini perlu dilengkapi dengan ketersediaan daya dukung antara lain produk kebahasaan. Salah satu produk kebahasaan yang dapat diacu untuk mendukung kefasihan penutur muda dalam bertutur bahasa daerah, yaitu kamus bahasa daerah. 
Upaya lain dalam pelestarian bahasa daerah yang dianggap efektif adalah dengan menjadikan bahasa daerah menjadi muatan lokal di sekolah agar bahasa daerah tersebut dipelajari dan dituturkan oleh generasi muda khususnya para siswa. Melalui muatan lokal di sekolah, bahasa daerah diharapkan dapat tetap lestari di kalangan penuturnya. 

  Seluruh tim peneliti berfoto bersama guru dan siswa SD Negeri Bantik, Bolaang Mongondow mengenakan seragam souvenir kegiatan bertuliskan lema kamus. (1)

Salah satu pendukung dalam muatan lokal di sekolah adalah kamus bahasa daerah. Penggunaan kamus bahasa daerah sebagai salah satu sumber rujukan dalam pembelajaran muatan lokal sangat diperlukan oleh siswa dan tenaga pendidik. Kamus menjadi sumber rujukan dalam pengajaran kosakata bahasa daerah karena kamus memberikan informasi mengenai makna kata, ejaan, dan pelafalannya, bahkan tata bahasa sudah tercakup lengkap. 
Informasi yang lengkap mengenai suatu bahasa yang terdapat dalam kamus tentu akan membantu siswa mengenal dan memahami kosakata bahasa daerah. Dengan merujuk pada kamus, siswa akan terbantu dan mengerti kosakata bahasa daerah. Tenaga pendidik pun akan terbantu dalam mencari rujukan defenisi suatu kata dalam kamus sedangkan siswa terbantu dalam hal serupa untuk mengenal dan memahami kosakata bahasa daerah mereka dengan baik. Dengan demikian, kamus bahasa daerah perlu disusun untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para penggunanya, baik itu tenaga pendidik, generasi muda, siswa, maupun masyarakat yang menjadikan kamus sebagai acuan penunjang dalam melaksanakan profesi masing-masing.

Penyusunan kamus harus mempertimbangkan beberapa hal, termasuk pengguna kamus sebagai penerima manfaat sebuah kamus. Hal ini seturut dengan pernyataan Kwary (2018: 105) bahwa pengguna kamus harus menjadi pertimbangan utama dalam membuat atau menyusun kamus. Oleh karena itu, pengguna kamus menjadi hal yang penting dalam merumuskan kamus yang akan disusun, termasuk merumuskan kebutuhan pengguna kamus, dalam hal ini kamus bahasa daerah yang difokuskan pada bahasa Bantik.
Setakat ini, Tim Kamus Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara telah menyusun beberapa kamus bahasa daerah, tetapi belum pernah menyusun kamus bahasa Bantik. Oleh karena itu, penelitian kebutuhan pengguna kamus ini difokuskan pada penutur bahasa Bantik. 

Kamus bahasa Bantik yang sudah ada saat ini, yaitu Kamus Bahasa Daerah Bantik yang disusun oleh Bapak Denny Sege dan tim. Adapun kamus bahasa Bantik lainnya yang disusun oleh Bapak Joutje Koapaha belum diterbitkan sehingga hanya kalangan terbatas yang dapat mengaksesnya. Namun, kamus bahasa Bantik yang sudah ada di masyarakat belumlah memadai dari sisi kategori kamus, baik secara makrostruktur maupun mikrostruktur. Kamus bahasa Bantik tersebut masih berupa senarai kata-kata, belum dilengkapi dengan contoh kalimat, kelas kata, pelafalan, dan belum dilengkapi dengan uraian tata bahasa.

Memang diakui oleh tim penyusun bahwa penyusunan kamus Bantik yang disusun oleh tim belum didasari dengan pengetahuan leksikografi yang memadai sehingga hanya memasukkan daftar kata yang ‘terlintas’ dalam benak para tim penyusun. Tujuan mulia tim penyusun kamus bahasa Bantik untuk mendokumentasikan bahasa dalam kamus sudah tercapai dengan diterbitkannya kamus tersebut. Namun, sejatinya untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai suatu bahasa dalam wujud kamus diperlukan pengetahuan leksikografi yang cukup dan perlu didahului dengan penelitian awal tentang kebutuhan penggunanya. Dengan demikian, masih perlu dicermati hal-hal mendasar apakah yang diperlukan oleh pengguna kamus bahasa Bantik. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada pengguna kamus bahasa Bantik dengan menitikberatkan pada struktur kamus secara keseluruhan, baik itu makrostruktur, mikrostruktur maupun megastruktur suatu kamus.

Menilik kebutuhan pengguna kamus Bantik melalui kajian tematik leksikografi memang patut dilakukan untuk merumuskan kebutuhan mereka, seperti yang ditegaskan oleh Kwary (2018). Pengguna kamus harus menjadi pertimbangan utama dalam membuat atau menyusun kamus bahasa Bantik. Dengan demikian, kajian tematik leksikografi yang dilakukan oleh tim peneliti Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara pada kalender kegiatan tahun 2021 sudah tepat. Tim peneliti berfokus pada rumusan kebutuhan pengguna kamus bahasa Bantik melalui kuesioner yang diberikan pada siswa dan guru ketika pengambilan data lapangan di lakukan di sejumlah sekolah, baik sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat menengah, dan sekolah tingkat atas atau SLTA. 
  Tim peneliti berfoto bersama responden di SMA Negeri 3 Manado (1)
Lokasi pengambilan data ditentukan dengan mengacu pada wilayah penutur bahasa Bantik, yaitu di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Manado. Pemilihan kedua lokasi ini bertolak dari informasi laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengenai wilayah tutur bahasa Bantik di Sulawesi Utara. Sejumlah 320 orang responden terpilih dari beberapa perwakilan siswa dan guru SD, SLTP, dan SLTA di Bolaang Mongondow, tepatnya Bolaang Timur dan Bolaang. Adapun wilayah penutur bahasa Bantik di Kota Manado, yakni Malalayang, Pandu Bengkol, dan Tuminting.

  Tim peneliti berfoto bersama responden guru dan siswa di SD GMIM Bengkol (1)
Kegiatan penelitian kebutuhan para pengguna kamus bahasa Bantik bermuara pada simpulan pemetaan kebutuhan pengguna kamus dwibahasa Bantik-Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini sekaligus diharapkan dapat dijadikan acuan oleh Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara dan para pemerhati bahasa dalam mewujudkan kamus yang sesuai dengan kebutuhan pengguna kamus dwibahasa Bantik-Indonesia.
(Penulis adalah Peneliti Bahasa sekaligus Anggota KKLP Perkamusan dan Peristilahan di Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara.
Posel: nurul.qomariah73@gmail.com)






 
 

Pewarta : Nurul Qomariah
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024