Manado,  (Antara Sulut) - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof DR. H Imam Suprayogo mengatakan kepemimpinan yang telah dicontohkan DR. Sinyo Harry Sarundajang sangat tepat untuk model masyarakat Indonesia yang majemuk (Bhineka Tunggal Ika).

Apa yang dilakukan DR. Sinyo Harry Sarundajang merupakan kenyataan, bukan wacana dan cita-cita. Sebagai seorang penyandang "great people", merasa bahagia bila membuat orang lain sukses dan bahagia, kata Prof. Suprayogo .

Rektor Prof. Suprayogo mengatakan hal itu ketika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menganugerahkan gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) di bidang "Kepemimpinan Masyarakat Majemuk" kepada DR Sinyo Harry Sarundajang, akhir pekan lalu (14/7) di universitas tersebut.

Menurut Prof Suprayogo , bahwa DR Sinyo Harry Sarundajang adalah pemimpin yang bersedia berkorban demi kebahagiaan orang lain, lebih mengutamakan kepentingan orang banyak ketimbang diri sendiri.

Selain itu, kata Suprayogo, yang patut kita catat adalah beliau selalu memancarkan energy positif, visioner dan konsisten dalam menjalani kehidupan yang terus berubah dan berkembang ini.

Kesuksesan dalam mengelola masyarakat majemuk patut kita jadikan pelajaran berharga untuk mengembangkan pola kepemimpinan daerah yang signifikan ke depan.

Semoga dengan hadirnya model kepemimpinan DR. Sinyo Harry Sarundajang dapat menjadi teladan bagi para pemuka dan pemimpin yang sedang atau akan memimpin masyarakat di Indonesia, kata Prof Suprayogo.

Menurut Rektor Prof Suprayogo, penganugrahan ini merupakan apresiasi akademik atas prestasi dan jasa-jasa DR. Sinyo Harry Sarundajang yang sangat besar sebagai pemimpin daerah tingkat I (gubernur), sejak ditugasi di Malaku Utara, Maluku dan kini (2010-2015) Gubernur Sulawesi Utara (Sulut).

Penganugrahan gelar tersebut kepada DR. Sinyo Harry Sarundajang, kata Suprayogo, adalah pilihan yang kami anggap sangat tepat, karena membaca kepemimpinan beliau, ketika mengelola masyarakat Maluku yang dirundung konflik berkepanjangan akhirnya dapat tercipta keadaan kondusif, aman dan damai dengan cara merangkul dan mengayomi semua elemen masyarakat.

Inilah �reasoning� yang perlu kami bangun dan kembangkan, melalui penganugrahan ini agar menjadi model kepemimpinan yang ideal dari daerah tingkat I di seluruh Indonesia, kata Prof DR. H Imam Suprayogo.

Memimpin masyarakat majemuk dengan berbagai tantangan dan peluang itu membutuhkan sosok yang memiliki jiwa "great people" seperti dicontohkan DR. Sinyo Harry Sarundajang. Yaitu orang yang berjiwa besar, ujarnya.

Sementara itu, Prof DR. H.M. Amin Abdullah menilai DR. Sinyo Harry Sarundajang patut menerima gelar doktor kehormatan ini baik atas dasar pertimbangan akademik maupun dalam khidmatnya mengelolah masyarakat m ajemuk dalam kepemimpinan yang diembannya.

Kita semua mengetahui dalam situasi masyarakat yang sedang mengalami euphoria demokrasi seperti sekarang ini sungguh sesuatu yang tidak mudah mengelolah masyarakat yang baraneka ragam. Demokrasi seringkali dimaknai sebagai hegemoni mayoritas atas minoritas, kata Abdullah.

Tidak jarang kita melihat demokrasi sekadar dimaknai sebagai unjuk kekuatan dangan melakukan mobilisasi massa agar tujuan dan keinginan elit masyarakat tercapai,. Karena itu dalam iklim demokrasi semacam itu seringkali yang terjadi adalah tumbuh dan berkembangnya realitas konflik di masyarakat. Bahkan tidak jarang pemimpin justru menjadi bagian dari konflik di masyarakat tersebut.

Terlebih dalam dunia global (borderless society) seperti sekarang ini `interfaith interaction� adalah sesuatu yang niscaya. A greater interfaith interaction is unavoidable. Interaksi antar-iman secara lebih besar dan luas adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, kata Prof Abullah.

Peran kepemimpinan (leadership) menjadi sedemikian penting . Setiap pimpinan organisasi kemasyarakatan, tokoh berpengaruh (influenced leader), maupun pejabat publik pemerintahan semuanya harus menyadari dan memahami pengalaman kemanusiaan (new humanity experience), katanya.

DR Sinyo Harry Sarundajang sebagai Gubernur Sulut telah berhasil mengembangkan model kepemimpinan masyarakat majemuk sehingga tercipta masyarakat yang harmonis di Sulut. Demikian juga tatkala tahun 2002 Sarundajang mendapat tugas sebagai Pejabat Gubernur Maluku Utara dan tahun 2003 sebagai Pejabat Gubernur Maluku, sekaligus sebagai penguasa darurat sipil di kedua wilayah konflik tersebut.

Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin tersebut, DR. Sinyo Harry Sarundajang berhasil menyelesaikan konflik horizontal di kedua provinsi tersebut dan berhasil mengembalikan situasi masyarakat ke keadaan kondusif.

Kiprah dan prestasi tersebut mengantar DR. Sinyo Harry Sarundajang sebagai penerima beberapa penghargaan , antara lain BIntang Jasa Utama (2004), Bintang Mahaputra Utama (2009), dan Anugerah Presidential Citation Award yang diserahkan langusng Presiden Philipina : Gloria Macapagal-Aroyo (2009).

Hal semacam ini merupakan sesuatu yag perlu ditumbuhkembangkan agar model kepemimpinan semacam ini mampu menjadi inspirasi bagi kita semua khususnya kepada generasi muda danmasa mendatang yang tidak saja menghadapi gelombang kemajemukan masyarakat secara nasional, tetapi juga bersifat global, kata Prof DR. H.M. Amin Abdullah .

DR. Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, pengalaman bangsa kita yang pernah didera berbagai konflik social dan komunal, seperti terjadi di Kalimantan,Maluku, Sulawesi, dan daerah-daerah lain, menunjukan betapa pentingnya kehadiran dan kemampuan seorang pemimpin dalam merawat dan mengelolah keberagaman melalui berbagai kebijakan publik yang adil dan berorientasi kepentingan berbagai elemen masyarakat secara kolektif.

"Saya percaya," kata Sarundajang bahwa dalam masyarakat kita yang cenderung bersifat paternalisitik, urgansi hadirnya kepemimpinan yang berkarakter, bijaksana, adil, dan bisa berdiri di atas semua golongan masyarakat yang beragam jelas bersifat mutlak.

Seperti bisa dipelajari dari latar belakang berbagai konflik sosial di tanah air, aktualisasi identitas asal yang bersifat primordial, pada umumnya muncul ketika kebijakan publik dirasakan tidak adil dan tidak berpihak pada kepentingan mereka.

Karena itu bisa dipahami jika sebagian konflik sosial dan komunal, serta juga konflik politik yang pernah terjadi di negeri kita sebenarnya lebih disebabkan oleh faktor ketidakadilan. Ketidakmerataan dan ketimpangan ekonomi ketimbang faktor-faktor yang bersifat politik.

Seperti diketahui konflik komunal di Kalimantan lebih dilatarbelakangi oleh faktor marjinalisasi dan kesenjangan sosial-ekonomi yang dialami oleh masyarakat asli (Dayak), sementara konflik politik di Aceh dan Papua dipicu terutama oleh ketidak adilan dalam mengelolah sumber daya alam.

Sedangkan konflik di Maluku Utara dan Maluku adalah konflik sosial dan bukan konflik agama. Provokatorlah yang membuat pertentangan, permusuhan antara dua agama besar yang ada di kedua provinsi tersebut. Akar penyebab konflik itu antara lain persoalan kesenjangan sosial, perebutan sumber daya alam serta pertikaian elit politik dan birokrasi.

Artinya, ujar Sarundajang, apabila para pemimpin politik dan pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun daerah benar-benar memperjuangkan dan mewujudkan kebijakan ekonomi dan politik yang transparan dan adil bagi masyarakat, maka berbagai potensi konflik sosial yang bersumber dari keberagaman dapat dihindari.




Pewarta : Oleh Kumajas Jootje
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024