Manado (ANTARA) - Bisnis sewa-menyewa kendaraan rupanya tetap melaju di tengah pandemi COVID-19, terlebih ketika sebagian besar kalangan menengah atas sudah menjadikan kendaraan sebagai kebutuhan prioritas dalam bermobilitas.
Maka bisnis persewaan kendaraan terutama mobil menjadi semakin prospektif di tengah kekhawatiran meluasnya penularan COVID-19 di perjalanan melalui transportasi publik.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak pengusaha persewaan mobil yang kerap kali masih terkendala ketiadaan badan hukum untuk dapat mendongkrak skala usahanya.
Hal itulah yang menjadi latar belakang bagi Asosiasi Pengusaha RentCar Daerah (Asperda) DPD Jabodetabek yang beranggotakan 57 perusahaan (PT dan CV) yang bergerak di bidang bisnis sewa mobil untuk berencana mendirikan koperasi.
Ketua Asperda DPD Jabodetabek Bambang H mengatakan cara kerja organisasinya cenderung mirip dengan koperasi, di mana setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tujuannya juga serupa yakni untuk kesejahteraan anggota.
Bambang menambahkan, organisasi seperti Asperda ini sifatnya non profit atau tidak mencari laba. Jadi, untuk melakukan suatu unit bisnis, solusinya hanya ada di koperasi.
Menurut Bambang, banyak sekali unit usaha yang berkaitan erat dengan mobilitas anggota Asperda. Misalkan, dengan perusahaan-perusahaan oli mobil, spareparts (suku cadang), dan sebagainya.
Awalnya, mereka sulit bekerja sama dengan vendor-vendor penyedia oli mobil dan suku cadang yang diperlukan antara lain karena Asperda tidak memiliki unit usaha yang bisa mewadahi beragam hal tersebut.
Bahkan, koperasi Asperda Jabodetabek ini juga rencananya akan membuka satu unit simpan pinjam sesuai kebutuhan anggota. Pokoknya, segala kebutuhan anggota, nantinya akan diurus oleh koperasi yang akan mereka dirikan.
Inisiatif mandiri
Ketua Umum DPP Asperda Didik Prasetyo memberikan apresiasi kepada jajaran pengurus DPD Asperda Jabodetabek yang tengah menggalang kekuatan secara swadaya dan inisiatif mandiri untuk mendirikan koperasi.
Menurut dia, hal itu merupakan langkah yang sangat tepat demi kemajuan Asperda sebagai organisasi dan kesejahteraan anggota.
Saat ini, lanjut Didik, Asperda sudah memiliki dua koperasi. Yaitu, Koperasi Asperda Jatim (berkantor di Surabaya, Jawa Timur) dan Koperasi Asperda Semarang untuk wilayah Jawa Tengah.
Didik menuturkan bahwa selama ini, berkaitan dengan vendor, para anggota Asperda melakukan kerja sama sendiri-sendiri.
Dengan berkoperasi, lanjutnya, maka kerja sama dan transaksi dengan vendor akan dilakukan oleh koperasi. Artinya, anggota akan memiliki bargaining position (posisi tawar) yang lebih tinggi, ketimbang melakukannya sendiri-sendiri.
Didik mengutarakan harapannya agar ada lebih banyak lagi DPD Asperda yang mendirikan koperasi. Dengan begitu, Asperda bisa mendirikan Koperasi Sekunder yang beranggotakan koperasi-koperasi Asperda yang ada di daerah.
Saat ini, lanjut Didik, Asperda yang didirikan di Surabaya pada 2013 silam itu sudah memiliki anggota sebanyak 600 perusahaan RentCar yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia. Diantaranya, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, Riau, Sulsel, dan sebagainya.
Melihat tingginya animo dari jajaran pengurus dan anggota DPD Asperda Jabodetabek, Kementerian Koperasi dan UKM bakal mendukung penuh niat berkoperasi tersebut. Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi Kemenkop UKM Sahro pun meminta Asperda agar tidak sungkan-sungkan untuk menghubungi kementeriannya bila mengalami kesulitan dalam mendirikan koperasi.
Sahro sebagai perwakilan dari Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM, menjabarkan segala proses yang harus dijalankan untuk mendirikan badan hukum koperasi. Dari mulai dasar hukum, prinsip-prinsip koperasi, bentuk dan jenis koperasi, Notaris Pembuat Akta Koperasi, hingga permodalan koperasi.
Ia menegaskan bahwa pihaknya siap membantu Asperda Jabodetabek untuk mewujudkan koperasi bagi para pengusaha bisnis sewa kendaraan.
Bagi Sahro, asalkan dikelola dengan baik, benar, dan profesional, koperasi bisa tumbuh dan berkembang menjadi besar.
Pengurus koperasi bisa dipilih dari anggota, sedangkan pengelola koperasi dipilih oleh pengurus sesuai dengan kompetensi yang disyaratkan dan disetujui dalam Rapat Anggota. Ia menyarankan agar koperasi merekrut pengelola yang paham prinsip dan jati diri koperasi serta memiliki kompetensi yang memadai.
Sahro menambahkan, pengurus bertanggung jawab kepada anggota, sedangkan pengelola bertanggung jawab kepada pengurus koperasi. Artinya, pengelola tetap dalam kendali pengurus koperasi.
Akuntabel transparan
Di tempat terpisah, Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menegaskan bahwa koperasi harus dikelola layaknya sebuah entitas bisnis, akuntabel, transparan, dan adanya kepercayaan, khususnya dari anggota kepada pengurus.
Oleh karena itu, kata Zabadi, peningkatan kapasitas dan kompetensi pengurus koperasi sudah merupakan keharusan dalam pengelolaan koperasi.
Zabadi menekankan, mengurus koperasi adalah mengurus entitas bisnis, jangan lagi memperlakukan koperasi sebagai ormas atau lembaga sosial. Sebagai entitas bisnis tentunya harus dikelola secara profesional dengan strategi bisnis yang feasible (layak).
Untuk itu, papar Zabadi, peran pengurus sangatlah menentukan serta sekaligus menjadi kunci keberhasilan koperasi. Pengurus adalah representasi atau perwakilan dari anggota yang mempercayakan pengelolaan koperasi kepada pengurus.
Pengurus harus mempunyai strategi bisnis, terlebih menghadapi era digitalisasi 4.0. Mau tidak mau, suka tidak suka, untuk menghadapi persaingan bisnis, koperasi harus masuk dalam ekosistem bisnis digital dan terpenting tidak lagi gagap teknologi alias gaptek.
Oleh karena itu, lanjut Zabadi, pelatihan terhadap pengurus koperasi sangat penting untuk mengembangkan usahanya menuju koperasi modern. Baik itu dari aspek usaha, aspek kelembagaan, aspek keuangan, dan teknologi informasi.
Semua sepakat bahwa koperasi sangat bisa menjadi solusi untuk menuju demokrasi ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan anggota. Namun, manajemennya harus mengikuti manajemen kontemporer seperti pengelolaan perusahaan besar.
Maka bisnis persewaan kendaraan terutama mobil menjadi semakin prospektif di tengah kekhawatiran meluasnya penularan COVID-19 di perjalanan melalui transportasi publik.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak pengusaha persewaan mobil yang kerap kali masih terkendala ketiadaan badan hukum untuk dapat mendongkrak skala usahanya.
Hal itulah yang menjadi latar belakang bagi Asosiasi Pengusaha RentCar Daerah (Asperda) DPD Jabodetabek yang beranggotakan 57 perusahaan (PT dan CV) yang bergerak di bidang bisnis sewa mobil untuk berencana mendirikan koperasi.
Ketua Asperda DPD Jabodetabek Bambang H mengatakan cara kerja organisasinya cenderung mirip dengan koperasi, di mana setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tujuannya juga serupa yakni untuk kesejahteraan anggota.
Bambang menambahkan, organisasi seperti Asperda ini sifatnya non profit atau tidak mencari laba. Jadi, untuk melakukan suatu unit bisnis, solusinya hanya ada di koperasi.
Menurut Bambang, banyak sekali unit usaha yang berkaitan erat dengan mobilitas anggota Asperda. Misalkan, dengan perusahaan-perusahaan oli mobil, spareparts (suku cadang), dan sebagainya.
Awalnya, mereka sulit bekerja sama dengan vendor-vendor penyedia oli mobil dan suku cadang yang diperlukan antara lain karena Asperda tidak memiliki unit usaha yang bisa mewadahi beragam hal tersebut.
Bahkan, koperasi Asperda Jabodetabek ini juga rencananya akan membuka satu unit simpan pinjam sesuai kebutuhan anggota. Pokoknya, segala kebutuhan anggota, nantinya akan diurus oleh koperasi yang akan mereka dirikan.
Inisiatif mandiri
Ketua Umum DPP Asperda Didik Prasetyo memberikan apresiasi kepada jajaran pengurus DPD Asperda Jabodetabek yang tengah menggalang kekuatan secara swadaya dan inisiatif mandiri untuk mendirikan koperasi.
Menurut dia, hal itu merupakan langkah yang sangat tepat demi kemajuan Asperda sebagai organisasi dan kesejahteraan anggota.
Saat ini, lanjut Didik, Asperda sudah memiliki dua koperasi. Yaitu, Koperasi Asperda Jatim (berkantor di Surabaya, Jawa Timur) dan Koperasi Asperda Semarang untuk wilayah Jawa Tengah.
Didik menuturkan bahwa selama ini, berkaitan dengan vendor, para anggota Asperda melakukan kerja sama sendiri-sendiri.
Dengan berkoperasi, lanjutnya, maka kerja sama dan transaksi dengan vendor akan dilakukan oleh koperasi. Artinya, anggota akan memiliki bargaining position (posisi tawar) yang lebih tinggi, ketimbang melakukannya sendiri-sendiri.
Didik mengutarakan harapannya agar ada lebih banyak lagi DPD Asperda yang mendirikan koperasi. Dengan begitu, Asperda bisa mendirikan Koperasi Sekunder yang beranggotakan koperasi-koperasi Asperda yang ada di daerah.
Saat ini, lanjut Didik, Asperda yang didirikan di Surabaya pada 2013 silam itu sudah memiliki anggota sebanyak 600 perusahaan RentCar yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia. Diantaranya, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Bali, NTB, Riau, Sulsel, dan sebagainya.
Melihat tingginya animo dari jajaran pengurus dan anggota DPD Asperda Jabodetabek, Kementerian Koperasi dan UKM bakal mendukung penuh niat berkoperasi tersebut. Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi Kemenkop UKM Sahro pun meminta Asperda agar tidak sungkan-sungkan untuk menghubungi kementeriannya bila mengalami kesulitan dalam mendirikan koperasi.
Sahro sebagai perwakilan dari Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM, menjabarkan segala proses yang harus dijalankan untuk mendirikan badan hukum koperasi. Dari mulai dasar hukum, prinsip-prinsip koperasi, bentuk dan jenis koperasi, Notaris Pembuat Akta Koperasi, hingga permodalan koperasi.
Ia menegaskan bahwa pihaknya siap membantu Asperda Jabodetabek untuk mewujudkan koperasi bagi para pengusaha bisnis sewa kendaraan.
Bagi Sahro, asalkan dikelola dengan baik, benar, dan profesional, koperasi bisa tumbuh dan berkembang menjadi besar.
Pengurus koperasi bisa dipilih dari anggota, sedangkan pengelola koperasi dipilih oleh pengurus sesuai dengan kompetensi yang disyaratkan dan disetujui dalam Rapat Anggota. Ia menyarankan agar koperasi merekrut pengelola yang paham prinsip dan jati diri koperasi serta memiliki kompetensi yang memadai.
Sahro menambahkan, pengurus bertanggung jawab kepada anggota, sedangkan pengelola bertanggung jawab kepada pengurus koperasi. Artinya, pengelola tetap dalam kendali pengurus koperasi.
Akuntabel transparan
Di tempat terpisah, Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menegaskan bahwa koperasi harus dikelola layaknya sebuah entitas bisnis, akuntabel, transparan, dan adanya kepercayaan, khususnya dari anggota kepada pengurus.
Oleh karena itu, kata Zabadi, peningkatan kapasitas dan kompetensi pengurus koperasi sudah merupakan keharusan dalam pengelolaan koperasi.
Zabadi menekankan, mengurus koperasi adalah mengurus entitas bisnis, jangan lagi memperlakukan koperasi sebagai ormas atau lembaga sosial. Sebagai entitas bisnis tentunya harus dikelola secara profesional dengan strategi bisnis yang feasible (layak).
Untuk itu, papar Zabadi, peran pengurus sangatlah menentukan serta sekaligus menjadi kunci keberhasilan koperasi. Pengurus adalah representasi atau perwakilan dari anggota yang mempercayakan pengelolaan koperasi kepada pengurus.
Pengurus harus mempunyai strategi bisnis, terlebih menghadapi era digitalisasi 4.0. Mau tidak mau, suka tidak suka, untuk menghadapi persaingan bisnis, koperasi harus masuk dalam ekosistem bisnis digital dan terpenting tidak lagi gagap teknologi alias gaptek.
Oleh karena itu, lanjut Zabadi, pelatihan terhadap pengurus koperasi sangat penting untuk mengembangkan usahanya menuju koperasi modern. Baik itu dari aspek usaha, aspek kelembagaan, aspek keuangan, dan teknologi informasi.
Semua sepakat bahwa koperasi sangat bisa menjadi solusi untuk menuju demokrasi ekonomi demi meningkatkan kesejahteraan anggota. Namun, manajemennya harus mengikuti manajemen kontemporer seperti pengelolaan perusahaan besar.