Jakarta (Antara Sulut) - Meski sudah terbiasa bersalju ria saat menjadi diplomat di Markas Besar PBB New York, Dubes RI untuk Rusia Djauhari Oratmangun menggigil juga dikepung hawa dingin kota Moskwa yang baru saja didatanginya.
Tapi tekad untuk segera berfoto di Lapangan Merah membuatnya mengabaikan hawa dingin minus 30 derajat di bawah nol itu.
"Dinginnya membekukan tulang. Sekarang saya baru tahu mengapa orang-orang Rusia menemukan Vodka," cerita Pak Djo, begitu Djauhari biasa dipanggil, kepada para sahabatnya pada suatu jamuan makan siang di Jakarta sebelum bertolak ke Moskwa.
Foto di Lapangan Merah yang menjadi ikon kota Moskwa itu segera ia unggah ke facebook.
Pak Djo ingin segera mengabarkan kepada para sahabat facebookers bahwa ia sudah di Moskwa di bulan Januari 2012 yang tengah bertabur salju.
Seperti syair lagu Wind of Change yang dinyanyikan Klaus Meine dari Scorpion, ia berjalan menuju Gorky Park dan mendengarkan desauan angin perubahan di Negeri Beruang Kutub yang teramat dingin itu.
"Malam yang sangat indah di Moskwa," Pak Djo memuji kota yang sebelumnya sering digambarkan kelam dan hitam dalam film-film Hollywood.
Ia pun teringat peristiwa-peristiwa yang begitu cepat berputar di benak sebelum akhirnya menginjakkan kaki di Ibukota Rusia itu.
Rasanya baru saja ia menyelesaikan tugasnya selaku Direktur Jenderal Kerja sama ASEAN.
Ia membantu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa merumuskan berbagai ide orisinal dan strategi Indonesia untuk mencapainya saat Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2011.
Bersamaan dengan berakhirnya Keketuaan Indonesia, pada 21 Desember 2011 Djauhari dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tugas baru yang cukup menantang: Duta Besar RI untuk Federasi Rusia dan Belarus.
Malang melintang
Djauhari memang sudah malang-melintang bertugas sebagai diplomat yang memulai karirnya dengan penugasan di Perutusan Tetap RI untuk PBB di Jenewa di mana dia mulai mengenal seni berdiplomasi dan substansi perdagangan internasional.
Di WTO Jenewa itu dia langsung berkecimpung dalam tugas negosiasi multilateral.
Acapkali Djauhari membagi perspektifnya dalam kaitan pembentukan badan multilateral yang mengatur perdagangan dunia. Dia rajin menulis artikel di berbagai media seperti Kompas, Jakarta Post, dan majalah berkala lainnya.
Sebagaimana dikemukakan mantan Dubes RI untuk Polandia Hazairin Pohan diplomasi multilateral merupakan domain Djauhari.
Bak seekor ikan, diplomasi multilateral adalah air bagi putera Maluku kelahiran Sangihe Talaud, Sulawesi Utara, 22 Juli 1957 itu.
"Dengan berbagai latar-belakang perundingan multilateral di Jenewa maupun New York, dia piawai memimpin negosiasi ASEAN," ujar Hazairin yang juga pernah bertugas di Rusia.
Oleh karena dianggap berhasil dalam tugasnya sebagai Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, maka Djauhari dipromosikan menjadi Dubes RI di Rusia. Di Moskwa, kini Djauhari mengurusi hubungan bilateral.
Tetapi, sifat pekerjaannya di Moskwa itu tidak terlepas dari isu-isu yang dibahas di fora multilateral, karena Rusia tetap menjadi pemain penting di dunia, baik dalam isu politik, perlucutan senjata dan keamanan internasional.
Rusia sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki perspektif tersendiri dalam percaturan politik internasional di Eropa maupun dalam tataran dunia.
Pastilah Djauhari sangat memahami posisi Rusia dalam kaitan berbagai isu internasional.
"Secara geopolitik dan geoekonomi Rusia mempunyai peran yang sangat penting dalam percaturan global," katanya.
Menurut dia, Rusia memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas politik di kawasan Asia Pasifik dan global.
Kerjasama Indonesia Rusia difokuskan untuk meningkatkan infrastruktur dalam skala besar, serta kerjasama dalam bidang pendidikan, dan juga energi gas.
Sebagai negara pemegang hak veto di PBB, Rusia dapat memainkan peranan politik di dunia internasional.
Secara ekonomi Rusia juga merupakan pemimpin G8 dan G20 yang menjadi penentu arsitektur ekonomi dunia.
Untuk itu, kata dia, Indonesia perlu menjalin alisansi strategis dengan Rusia agar berperan besar dalam percaturan ekononomi regional.
Masih terbatas
Djauhari mengakui pandangan masyarakat Indonesia maupun pengambil kebijakan di pemerintah tentang Rusia selama ini masih sangat terbatas, padahal potensi Rusia sangatlah besar.
"Sudah saatnya memberi perhatian serius dalam hubungan dengan Rusia," katanya.
Sebagai contoh pada bidang pendidikan perlu terus ditingkatkan partisipasi mahasiswa Indonesia untuk belajar di Rusia karena saat ini jumlah warga Indonesia yang belajar di sana sangat kurang, hanya 128 orang.
Padahal negara-negara lain seperti Myanmar dan Malaysia jumlah warganya yang belajar di Rusia mencapai 3.000 orang. Sedangkan Vietnam dan China mencapai lebih dari 20.000 orang.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno jumlah warga Indonesia yang belajar di Rusia mencapai lebih dari 20.000 orang.
"Soekarno telah melihat jauh ke depan tentang potensi Rusia yang memegang peranan penting dalam percaturan global," katanya.
Tak terasa kini sudah lebih enam bulan Djauhari menempati posnya di Rusia.
Presiden Federasi Rusia Dmitry Medvedev sudah menerima penyerahan surat kepercayaan dirinya sebagai Duta Besar Republik Indonesia yang baru.
Istana Kepresidenan Kremlin di jantung kota Moskwa menjadi saksi Medvedev menjabat tangan Djauhari penuh kehangatan.
Di Istana Kremlin saat itu bukan tanpa sengaja tersedia bunga dan vodka. Sayup-sayup di kuping Djauhari terdengar merdu lagu lawas Matt Monroe: From Rusia with Love.
From Russia with love I fly to you
Much wiser since my goodbye to you
I`ve travelled the world to learn
I must return from Russia with love.
Vodka, Cinta dan Bunga menyambut dan mengiringi hari-hari diplomasi Djauhari Oratmangun, Duta Besar RI untuk Rusia dan Belarusia. @antarasulutcom.
*Wapimred Perum LKBN Antara