Sebenarnya dimana daya ikat agama terhadap pemeluknya? Benarkah fungsi agama bisa menjadi radar moral dan  rem etika?  

Benarkah manusia terbimbing oleh agama? Pertanyaan itu mungkin bisa dijawab dengan santai oleh buku berjudul "Agama Punya Seribu Nyawa".

Mengapa pula semarak dan ritual keagamaan di Indonesia tidak mampu mengubah perilaku sosial dan birokrasi sebagaimana diajarkan Islam yang justru dipraktikkan di Negara-negara sekuler. (halaman 243).

Rupanya buku kumpulan essai karya Prof. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini bisa menjadi teman diolog untuk menjawab daya ikat agama terhadap pemeluknya.  

Uraian tentang daya ikat yang membentuk kesalehan sosial setidaknya bisa dilihat dari beberapa tulisan seperti pada judul : Beragama Dengan Santun (hal 55), Religiusitas dan Pembentukan Karakter (hal 83), Bertuhan dengan Kasih Sayang (131), Keislaman Indonesia ( 239) dan Agama Punya Seribu Nyawa (273).

Profesor Komarudiin yang meraih gelar Master and PhD di bidang Filsafat dari Middle East Technical University, Ankara, Turki (1995) itu mengungkapkan siapa pun yang mencintai Tuhan dan berakhlak dengan sifat-sifat Ilahi, hendaknya menjadi pribadi penyebar damai dan kasih sayang untuk lingkungannya. Pribadi yang berkualitas sifat Ilahi itu dalam Al-Quran sering dimisalkan dengan kata 'cahaya' dan 'air'.

Dia melanjutkan dengan kalimat: Bagi masyarakat padang pasir, tatkala Al-Quran diturunkan, cahaya dan air benar-benar dirasakan sebagai penerang dan sumber kehidupan paling nyata.

Takkala cahaya datang, kegelapan akan berlalu.  Ketika air datang, maka daerah sekitar menjadi subur.  Cahaya dan air sifatnya melimpah dan memberi tanpa diskriminasi dan preferensi. Memberi tanpa imbalan.  
   
Begitulah Al-Quran menggambarkan misi ajaran Nabi Muhammad SAW, yang disebarkan untuk seluruh manusia (halaman 133).

Sementara itu daya tarik buku juga terletak pada kata pengantar yang diberikan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. yang menggarisbawahi bahwa manusia beragama sebagai jawaban atas naluri cemas dan harap yang dimiliknya, selain itu beliau juga menyebutkan bahwa agama adalah fitrah manusia.  

"Cobalah hentikan hiruk-pikuk kesibukan dan lepaskan jiwa agar bisa mengembara bersama keluasan alam raya. Pasti akan ada saat dimana lahir dorongan untuk bertemu dan menyatu dengan satu kekuatan mahadahsyat di luar alam raya ini, dst, dst.  Kalaupun sekarang ada orang yang belum merasakannya, maka pasti suatu ketika--paling tidak menjelang ruhnya berpisah dari tubuhnya--fitrah keagamaan itu muncul sedemikian kuat dan jelas" (halaman ix).

Sementara itu, sang penerbit buku ini yakni Noura Books menyebutkan bahwa "Agama punya Seribu Nyawa" adalah buku yang berhasil merefleksikan bahasa filsafat yang rumit menjadi renyah, sekaligus memiliki relevansi dengan dimensi-dimesi sosial.

"Buku ini memiliki makna kontekstual yakni memunculkan Islam yang memahami perbedaan, Islam yang nyaman dan ramah," kata Deden Ridwan, CEO Noura Books saat acara peluncuran dan bedah buku tersebut di Paramadina,  12 Juni  2012.

Sementara menurut Prof. Komaruddin sendiri, tulisan dalam buku ini bukan berisi doktrin namun lebih bersifat sebagai teman dialog yang merangsang munculnya agenda-agenda baru.

Selain menuai pujian dari berbagai kalangan, buku ini tidak lepas dari kritik yang membangun, salah satunya dilontarkan oleh Rektor Universitas Pramadina Anies Baswedan, Ph.D.

Anies Baswedan memberi apresiasi atas keberanian Komaruddin Hidayat melepaskan ide-ide yang banyak sekali, yang tercermin lewat tulisan meskipun menurutnya kadang kala ide yang tertuang dalam buku setebal 281 halaman tanpa glossary (daftar istilah ) itu belum terlalu matang benar.

"Bila akademisi membuat journal-jurnal ilmiah, karya-karya yang mendalam dan panjang , maka buku ini bentuknya ringan dan mudah dibaca sekaligus merangsang orang untuk berfikir," kata satu-satunya orang Indonesia yang masuk pada daftar 100 Intelektual Publik Dunia yang dirilis majalah Foreign Policy edisi April 2008. 

Master Bidang International Security and Economic Policy di Universitas Maryland, College Park itu menilai buku "Agama Punya Seribu Nyawa" bukanlah karya riset namun  bisa dibuat lebih dahsyat dan menarik, bila tambahkan sejumlah data-data pendukung yang cukup banyak.

Sementara menurut M. Subhi Ibrahim, MA, Ketua Program Studi Falsafah dan Agama dari Paramadina menyoroti bahwa kegiatan menulis adalah aktifitas sakral dan membaca buku ini adalah tambahan gizi sebagai upaya mengesampingkan info-info lain yang kurang berkualitas. @antarasulutcom.

*Alumni IPB, bekerja di Perum LKBN Antara

Pewarta : Dyah Sulistyorini *
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024