Manado (ANTARA) - Kuasa hukum Partai Demokrat Bambang Widjojanto menyatakan polemik Partai Demokrat dapat merusak proses demokrasi yang sudah berjalan saat ini.
"Kalau dibiarkan terus-menerus, akan mengganggu proses demokrasi yang sedang berjalan," kata Bambang sebelum sidang perkara 154, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis.
Bambang mengingatkan sejumlah ahli yang menawar-nawarkan argumen dan merusak proses demokrasj, maka sebenarnya mereka tidak berhadapan dengan Demokrat saja, tetapi berhadapan dengan publik, masyarakat dan partai-partai politik lain.
Perkara Gugatan Nomor 154 di PTUN Jakarta diajukan tiga orang mantan kader Demokrat. Objek gugatan adalah pembatalan SK Kemenkumham terkait anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) tahun 2020 dan SK Kepengurusan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang jangka waktunya sudah lebih dari 180 hari.
Dalam prosesnya, salah seorang penggugat Yosef Badeoda mencabut gugatannya. Yosef juga terlibat dalam memberikan pendapat hukum atau affidavit untuk perkara judicial review (JR) AD/ART Partai Demokrat di Mahkamah Agung (MA).
Bambang juga mempertanyakan legal standing dari para penggugat. Dia menduga ada upaya serbuan secara bersamaan yang dapat membuat ketidakpastian hukum terhadap Partai Demokrat menjelang verifikasi partai politik.
"Tiba-tiba ada orang yang ingin menguji sesuatu, sementara mekanisme penyelesaiannya sudah diatur," ujar Bambang.
Bambang menyatakan jika perkara itu dibenarkan, maka semua orang bisa mempersoalkan seluruh anggaran dasar partai dan seluruh keputusan Menkumham yang sudah kadaluwarsa.
"Kalau itu terjadi, kita tidak hanya menciptakan ketidakpastian, tetapi ketidakadilan," kata Bambang menegaskan.
Bambang menyatakan dalam sidang tersebut, pihaknya akan menunjukkan perkara ini bukan hanya tidak punya legal standing dan menyebabkan ketidakpastian hukum, tetapi mendekonstruksi proses demokrasi.
"Kalau dibiarkan terus-menerus, akan mengganggu proses demokrasi yang sedang berjalan," kata Bambang sebelum sidang perkara 154, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis.
Bambang mengingatkan sejumlah ahli yang menawar-nawarkan argumen dan merusak proses demokrasj, maka sebenarnya mereka tidak berhadapan dengan Demokrat saja, tetapi berhadapan dengan publik, masyarakat dan partai-partai politik lain.
Perkara Gugatan Nomor 154 di PTUN Jakarta diajukan tiga orang mantan kader Demokrat. Objek gugatan adalah pembatalan SK Kemenkumham terkait anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) tahun 2020 dan SK Kepengurusan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang jangka waktunya sudah lebih dari 180 hari.
Dalam prosesnya, salah seorang penggugat Yosef Badeoda mencabut gugatannya. Yosef juga terlibat dalam memberikan pendapat hukum atau affidavit untuk perkara judicial review (JR) AD/ART Partai Demokrat di Mahkamah Agung (MA).
Bambang juga mempertanyakan legal standing dari para penggugat. Dia menduga ada upaya serbuan secara bersamaan yang dapat membuat ketidakpastian hukum terhadap Partai Demokrat menjelang verifikasi partai politik.
"Tiba-tiba ada orang yang ingin menguji sesuatu, sementara mekanisme penyelesaiannya sudah diatur," ujar Bambang.
Bambang menyatakan jika perkara itu dibenarkan, maka semua orang bisa mempersoalkan seluruh anggaran dasar partai dan seluruh keputusan Menkumham yang sudah kadaluwarsa.
"Kalau itu terjadi, kita tidak hanya menciptakan ketidakpastian, tetapi ketidakadilan," kata Bambang menegaskan.
Bambang menyatakan dalam sidang tersebut, pihaknya akan menunjukkan perkara ini bukan hanya tidak punya legal standing dan menyebabkan ketidakpastian hukum, tetapi mendekonstruksi proses demokrasi.