Manado (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat sejak merebaknya wabah pandemi COVID-19 telah memberikan asimilasi rumah kepada 900 narapidana (napi) atau warga binaan.
"Sekarang asimilasi yang dimulai 2019 sampai saat ini 2021 sudah sekitar 900 orang (narapidana) yang diberikan asimilasi COVID-19," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Sultra Muslim, di Kendari, Kamis.
Menurut Muslim, pemberian asimilasi dilakukan secara bergelombang sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham).
Pemberian asimilasi rumah narapidana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2020 dan kembali dikeluarkan Permenkumham Nomor 31 Tahun 2020 yang berlaku sampai dengan 30 Juni 2021.
Namun, akibat masih merebaknya virus Corona, Menteri Hukum dan HAM kembali mengeluarkan perpanjangan asimilasi rumah, melalui Permenkumham Nomor 24 Tahun 2021 berlaku mulai 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2021.
Di dalam Permen Nomor 24 itu terdapat klasifikasi narapidana yang tidak bisa diasimilasikan seperti tindak pidana korupsi atau tipikor, kasus narkoba yang hukumannya di atas 5 tahun, kasus perlindungan anak, kasus kesusilaan seperti pemerkosaan, pembunuhan berencana, termasuk napi yang melakukan pengulangan suatu tindak pidana.
Dia menyatakan, syarat pemberian asimilasi rumah bagi napi adalah dua pertiga sisa masa hukumannya hingga 31 Desember 2021, serta berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin.
Dia menekankan kepada seluruh napi yang mendapat asimilasi dampak COVID-19, agar tetap berada di rumah dan tidak berkeliaran karena akan dilakukan pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan.
"Asimilasi rumah ini dalam rangka untuk mencegah peredaran COVID-19 di dalam lapas/rutan. Ini untuk melindungi mereka dari virus itu. Makanya kami imbau di rumah saja, itu akan dipantau Balai Pemasyarakatan," katanya lagi.
Muslim menyampaikan saat ini jumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP) di semua lapas/rutan se-Sultra tercatat 2.882 orang.
"Sekarang asimilasi yang dimulai 2019 sampai saat ini 2021 sudah sekitar 900 orang (narapidana) yang diberikan asimilasi COVID-19," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkumham Sultra Muslim, di Kendari, Kamis.
Menurut Muslim, pemberian asimilasi dilakukan secara bergelombang sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham).
Pemberian asimilasi rumah narapidana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2020 dan kembali dikeluarkan Permenkumham Nomor 31 Tahun 2020 yang berlaku sampai dengan 30 Juni 2021.
Namun, akibat masih merebaknya virus Corona, Menteri Hukum dan HAM kembali mengeluarkan perpanjangan asimilasi rumah, melalui Permenkumham Nomor 24 Tahun 2021 berlaku mulai 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2021.
Di dalam Permen Nomor 24 itu terdapat klasifikasi narapidana yang tidak bisa diasimilasikan seperti tindak pidana korupsi atau tipikor, kasus narkoba yang hukumannya di atas 5 tahun, kasus perlindungan anak, kasus kesusilaan seperti pemerkosaan, pembunuhan berencana, termasuk napi yang melakukan pengulangan suatu tindak pidana.
Dia menyatakan, syarat pemberian asimilasi rumah bagi napi adalah dua pertiga sisa masa hukumannya hingga 31 Desember 2021, serta berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin.
Dia menekankan kepada seluruh napi yang mendapat asimilasi dampak COVID-19, agar tetap berada di rumah dan tidak berkeliaran karena akan dilakukan pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan.
"Asimilasi rumah ini dalam rangka untuk mencegah peredaran COVID-19 di dalam lapas/rutan. Ini untuk melindungi mereka dari virus itu. Makanya kami imbau di rumah saja, itu akan dipantau Balai Pemasyarakatan," katanya lagi.
Muslim menyampaikan saat ini jumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP) di semua lapas/rutan se-Sultra tercatat 2.882 orang.