Pada 23 September 2010, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akan merayakan ulang tahunnya ke 46, berbagai kegiatan sudah dilakukan pemerintah daerah setempat untuk menyambut hajatan bersejarah itu.

Dimulai dengan berbagai perlombaan olahraga, bakti sosial, sosialisasi tentang pendidikan dan kesehatan, pameran pembangunan, ziarah ke makam mantan Gubernur hingga persiapan puncak acara melalui sidang paripurna istimewa HUT Provinsi Sulut di DPRD.

Hanya saja berbagai rangkaian kegiatan itu bukan bagian dari program utama pemerintah daerah dalam memajukan Sulut ke dunia internasional, termasuk bagaimana mensejahterakan rakyat dengan menekan angka kemiskinan dan pengangguran.

Usia ke 46 Provinsi Sulut tidak lagi muda untuk mencari bentuk atau arah program, namun sudah cukup dewasa dan matang untuk mengantarkan masyarakat itu menikmati tingkat kesejahteraan memadai, makmur dan berkeadilan.

Di bawah kepemimpinan Gubernur Sulut SH Sarundajang, gaung kemajuan daerah itu sudah sampai ke mancanegara, tidak saja menciptakan iklim pariwisata dan dunia investasi yang kondusif, juga mampu menciptakan sejarah dunia.

Pelaksanaan World Ocean Conference (WOC), Coral Triangle Initiative (CTI) Summit dan Sail Bunaken, merupakan bagian terpenting dan titik klimaks dari pengenalan Sulut di dunia internasional.
 
Dengan kesuksesan pelaksanaan hajatan internasional itu, akhirnya Sulut sendiri telah ditetapkan satu dari sekian daerah destinasi tujuan wisata di Indonesia serta satu dari 10 daerah pelaksana Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE).

Sukses dari promosi Sulut dimata internasional, ternyata data kunjungan Wisatawan Mancanegara (wisman) selang tahun 2005-2009 sudah mencapai 151.444 orang, sementara hanya tahun 2010 sendiri sebanyak 100 ribu orang.

Bagaimana dengan kesuksesan lainnya? ternyata sektor ekonomi terjadi laju pertumbuhan ekonomi Sulut meningkat dari 4,9 persen (2005) menjadi 8,3 persen (2009), dengan inflasi yang terkendali di bawah dua digit.

Angka kemiskinan menurun dari 11,42 persen (2007) menjadi 9,97 persen (2009), demikian juga angka pengangguran menurun dari 14,8 persen (2005) menjadi sekitar 10,63 persen (2009).

Begitu juga angka melek huruf meningkat dari 97,35 persen (2005) menjadi 99,60 persen (2009), maka persentase buta huruf di daerah tersebut tinggal tersisa 0,40 persen.

Index Pembangunan Manusia (IPM) Sulut mencapai peringkat dua nasional setelah DKI Jakarta yakni dari 71,7 pada tahun 2005 menjadi 75,16 tahun 2009, dan angka harapan hidup warga Sulut menjadi 74,4 tahun (2009).

Anggota DPRD Sulut John Dumais mengatakan, ukuran kesuksesan yang diraih kepemimpinan Sarundajang hingga periode kedua 2010-2015, sudah menandakan daerah itu semakin maju dan dewasa.

"Dewasa dalam arti Sulut sudah maju selangkah dengan beberapa daerah lain di Indonesia timur, sehingga diharapkan mampu dipacu terus demi kepentingan rakyat," kata personil Fraksi Partai Demokrat itu.

Sejarah Pemerintahan Sulut

Provinsi Sulut mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang sebelum daerah yang berada dipaling ujung utara Nusantara ini menjadi Provinsi Daerah Tingkat I. Sejarah Pemerintahan Daerah  Sulut, seperti halnya sejarah Provinsi-Provinsi lainnya di Pulau Sulawesi, beberapa kali mengalami perubahan administrasi pemerintahan.

Pada permulaan Kemerdekaan Republik Indonesia, Daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan  bagian dari Provinsi Sulawesi.

Seiring dengan perkembangan pemerintahan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1960 Provinsi  Sulawesi dibagi menjadi dua bagian  yaitu    Provinsi  Sulawesi  Selatan-Tenggara  dan  Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden  Republik Indonesia Nomor 122/m Tahun 1960 tanggal 23 maret 1960 ditunjuklah MR. A.A. Baramuli sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Sembilan bulan kemudian Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dan Provinsi  Sulawesi Selatan-Tenggara ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47/Prp/Tahun 1960.

Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi:  Kotapraja Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II masing-masing : Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, Minahasa, Gorontalo, Buol Toli-Toli, Donggala, Poso, dan Luwuk/Banggai. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun  1960 ini, maka dimulailah Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah-Daerah Otonomi Tingkat I Sulawesi, dimana Wilayah  Sulawesi Utara merupakan bagian dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah.

Otonomisasi Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi  Utara-Tengah  ini secara de facto baru dimulai sejak terbentuknya DPRD Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada tanggal 26 Desember 1961. Penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di Daerah pada waktu itu  dilaksanakan berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 6

Tahun 1959 yang kemudian diikuti pula dengan terbitnya Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Kedua Penetapan Presiden itu pada hakikatnya adalah upaya untuk menertibkan Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah berdasarkan Stelsel “Demokrasi Terpimpin” sekaligus merupakan penyempurnaan (retooling) Aparatur Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.

Sementara itu Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 mengubah Susunan Keanggotaan DPRD yang semula terdiri dari Wakil-Wakil Parpol sesuai hasil Pemilu, menjadi Dewan yang terdiri atas Wakil Parpol dan Golongan Fungsional dengan menetapkan Kepala Daerah sebagai ketua DPRD yang bukan anggota.          
 
Itulah sebabnya dalam Periode Kepemimpinan MR. A. A. Baramuli sejak tanggal 23 Maret 1960 s/d 15 Juli 1962 disamping menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, dia juga berkedudukan sebagai Ketua DPRD.

Selama menjalankan roda pemerintahan di Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, Gubernur MR. A. A. Baramuli dengan dibantu oleh Wakil Gubernur Letkol F.J. Tumbelaka dan Sekretaris Daerah Residen Datu Mangku Nan Kuning, yang kemudian diganti oleh Residen Hein Lalamentik, telah menempuh langkah-langkah untuk mengkonsolidasikan dan menata semua Aparatur Pemerintahan yang ada, sekaligus secara bertahap melalui kerjasama dengan seluruh unsur dan aparat keamanan di Daerah telah berupaya memulihkan keamanan dan ketertiban disemua tingkatan kehidupan masyarakat sampai akhir masa jabatan tanggal 15 juni 1962.

Sebagai gantinya, tanggal 15 juni 1962 Presiden menunjuk Letkol F.J. Tumbelaka  sebagai Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, yang kemudian dikukuhkan sebagai        Gubernur Definitif berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tertanggal 27 Juli 1963.

Di sela-sela berbagai tantangan dan rintangan yang menghadang Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah pada waktu itu, tercatat suatu peristiwa besar yang tertulis dengan tinta emas dan tidak akan terlupakan dalam perjalanan sejarah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai salah satu Daerah Otonom. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 September 1964, disaat mana Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Undang-Undang nomor 13 Tahun 1964 yang menetapkan perubahan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah. Undang-undang tersebut menjadikan Sulawesi Utara sebagai Daerah Otonom Tingkat I, dengan Manado sebagai Ibukotanya.

Momentum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, kemudian dipatri sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak saat itu, secara de facto Daerah Tingkat I Sulawesi Utara membentang dari Utara ke Selatan Barat Daya, dari pulau Miangas ujung Utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat dibagian Barat Kabupaten Gorontalo.

Sementara itu Letkol F.J. Tumbelaka masih tetap dipercayakan oleh Pemerintah Pusat untuk terus memimpin Daerah Tingkat I  Sulawesi Utara, baik dalam kedudukannya sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara maupun sebagai Ketua DPRD Tingkat I Sulawesi Utara, didampingi oleh Wakil-Wakil Ketua  M. Ma’ruf dan M.D. Kartawinata.

Di tengah-tengah panasnya gejolak politik waktu itu, Panglima Kodam XIII Merdeka Brigadir Jenderal Soenandar Prijosoedarmo, disamping tugas sebagai Pansda XIII Merdeka, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1965 tanggal 19 Maret 1965 diserahi tugas untuk menjabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, dengan tugas utama memulihkan dan menjaga keamanan dan ketertiban di semua sektor kehidupan masyarakat, sekaligus mengendalikan jalannya roda Pemerintahan Daerah.

Pada tanggal 26 April 1966, Brigjen Soenandar Prijosoedarmo diganti oleh Residen Abdulah Amu sebagai Pejabat Gubernur Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 dimana salah satu ketentuan dalam Undang-undang tersebut mengatur tentang tidak dirangkapnya lagi jabatan Ketua
DPRD oleh Kepala Daerah.

Sementara itu untuk membantu Pejabat Gubernur Abdullah Amu dalam menjalankan tugasnya, maka berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara              Nomor 274/1966 tanggal 30 Agustus 1966, telah dibentuk Badan Pekerja DPRD Tingkat I Sulawesi Utara yang disebut Steering Committee  yang diketuai oleh  F.W. Kumontoy, dan Badan Pemerintahan Harian (BPH) dengan para anggota Letkol Rumpokowiryo,  Hasan Usman,  Hamid Asagaf dan Abubakar Usman, dan Sekretaris Daerah  Residen A.M. Jacobus.

Pada tanggal 2 Maret 1967 di depan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara, Brigadir Jenderal H.V. Worang diambil sumpahnya dan dilantik menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara oleh              Menteri Dalam Negeri Mayjen Gatot Suwagyo atas nama Presiden Republik Indonesia. H. V. Worang memegang jabatan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara selama 11 tahun 3 bulan, yaitu dari tanggal pelantikannya 2 Maret 1967 sampai dengan 20 Juni 1978.

Gubernur Willy Lasut, GA memulai tugasnya di Sulawesi Utara pada tanggal 20 Juni 1978 setelah beliau diambil sumpahnya dan  dilantik didepan sidang DPRD Tingkat I Sulawesi Utara berdasarkan    Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107/M Tahun 1978 tanggal 1 Juni 1978.     Jabatan Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dijabat oleh Drs. P. P. Kepel yang kemudian dilanjutkan oleh Drs. J. Rolos sebagai pelaksana tugas sehari-hari.

Pada tanggal 20 Oktober 1979, sejarah Daerah Sulawesi Utara kembali mencatat tongkat estafet kepemimpinan. Jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan dari Brigadir Jenderal Willy Lasut GA kepada penggantinya Erman Hari Rustaman yang pada waktu itu menjabat Direktur Jenderal Sosial Politik.

Hanya kurang lebih enam bulan sejak diangkat sebagai Pejabat Gubernur, Erman Hari Rustaman berhasil merampungkan tugasnya dan pada tanggal 3 Maret 1980 jabatan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara diserahterimakan kepada Letnan Jenderal G.H. Mantik sebagai Gubernur kedelapan.

Periode Kepemimpinan Gubernur G. H. Mantik yang berlangsung dalam kurun waktu 1980-1985 telah diwarnai dengan berbagai perkembangan, baik itu  menyangkut penataan organisasi dan tata kerja maupun pembenahan administrasi. Hal itu ternyata telah menjadi dasar berpijak yang kukuh dalam memacu pembangunan di Daerah Sulawesi Utara.

Pada tanggal 4 Maret 1985, kembali sejarah Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara mencatat penggantian Gubernur Kepala  Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk yang kesembilan kalinya. Brigadir Jenderal C. J. Rantung dilantik dalam Sidang Paripurna Khusus DPRD Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara untuk menggantikan Pejabat lama Letjen (Purn) G. H. Mantik yang telah habis masa jabatannya.

Pelantikan C. J. Rantung sebagai Gubernur yang ke sembilan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 45/M Tahun 1985 tanggal 18 Februari 1985, untuk masa jabatan 1985 – 1990.

Setelah mengakhiri periode tersebut, maka Pemerintah Pusat dan masyarakat Sulawesi Utara kembali memberikan kepercayaan dan meletakkan harapan di pundak Mayor Jenderal (Purn) C. J. Rantung untuk memimpin kembali Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
34/M Tahun 1990 tanggal 10 Februari 1990, yang pelantikannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Rudini atas nama Presiden Republik Indonesia untuk masa bhakti kedua Tahun 1990 – 1995.

Seiring dengan bergulirnya Reformasi Pemerintahan, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dilakukan penggantian kepemimpinan daerah setelah berakhirnya kepemimpinan Mayjen E. E. Mangindaan melalui Mekanisme Pemilihan Gubernur dan Wakil dalam satu paket dan berlangsung secara demokratis, maka terpilihlah Drs. Adolf Jouke Sondakh sebagai Gubernur yang ke sebelas dan Freddy Harry Sualang selaku Wakil Gubernur Sulawesi Utara periode 2000 – 2005 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62/M Tahun 2000 tanggal 9 Maret 2000 dan pelantikannya dilakukan pada tanggal 15 Maret 2000 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.

Dengan berakhirnya kepemimpinan Drs. A.J. Sondakh dan F.H. Sualang 2000 – 2005, maka perlu dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah; Gubernur dan Wakil Gubernur di daerah ini. Untuk itu, guna menindaklanjuti masa transisi menuju kepemimpinan Kepala Daerah yang definitif, maka Ir. Lucky Harry Korah, MSi dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 17 Maret 2005 di Jakarta sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dengan tugas memfasilitasi dan mengawasi jalannya Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara langsung.

Pada tanggal 21 Juli 2005 untuk pertama kali di Indonesia dilakukan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara secara langsung oleh rakyat, dimana berhasil terpilih pasangan S.H. Sarundajang sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan F.H. Sualang sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Utara untuk masa bhakti 2005 – 2010. untuk membantu tugas Gubernur dan Wakil Gubernur, jabatan Sekretaris Daerah dijabat oleh DR. J. Kaloh dan kemudian dilanjutkan oleh Drs. R.J. Mamuaja sampai saat ini.

Sedangkan Ketua DPRD dijabat oleh Drs. Syachrial Damopolii.Dalam masa kepemimpinan S.H. Sarundajang dan F.H. Sualang, wilayah administrasi pemerintahan Sulawesi Utara mengalami ketambahan 4 (empat) Kabupaten/Kota baru pada tahun 2007 yakni Kota Kotamobagu berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007, Kab. Minahasa Tenggara berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2007, Kab. Bolmong Utara berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2007 dan Kab. Siau Tagulandang Biaro berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2007. dan pada Tahun 2008 ketambahan lagi 2 (dua) Kabupaten baru yakni Kabupaten Bolaang Mongondow Timur berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2008 dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2008 sehingga jumlah daerah otonom di Provinsi Sulawesi Utara menjadi 11 (sebelas) Kabupaten dan 4 (empat) Kota.

Pada tanggal 13 Agustus 2010, Gubernur ke 14 diserahkan kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara Drs. Robby J. Mamuaja sebagai Plt. Gubernur Sulut menggantikan S.H. Sarundajang karena berakhirnya masa jabatan periode 2005 - 2010. Dan pada tanggal 20 September 2010 S.H. Sarundajang kembali diambil sumpah dan dilantik menjadi Gubernur Sulawesi Utara ke 15 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzy sebagai Gubernur Pilihan Rakyat ke 2 berdasarkan hasil Pemilihan Langsung pada tanggal 3 Agustus 2010. (*)

* Wartawan Perum LKBN ANTARA Sulut di Pemprov dan DPRD Sulut.

Pewarta :
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024