Manado (ANTARA) - "Saya sama sekali tidak ingin mereka membunuh, tetapi juga saya tidak punya maksud apa pun untuk meninggalkan umat ini karena takut. Sekali lagi saya mengingat kata-kata St Paulus: “Siapakah yang dapat  memisahkan dari kasih Kristus"(Roma 8:35),"kata Pastor Johanis Mangkey MSC membuka khotbah  Misa Syukur Beatifikasi Pastor Juan Alonso Fernandez MSC di Kapel Biara MSC Karombasan Manado, Senin (26/4).

Kata-kata rasul Paulus, yang menginspirasi Pastor Juan Alonso MSC, mengungkapkan pengalaman eksistensial dari Paulus dalam pelayanannya untuk mewartakan Kristus di tengah pelbagai ancaman, termasuk risiko dibunuh karena keyakinan imannya akan kasih Kristus, yang melampaui segalagalanya. Keyakinan ini membuat Paulus dan Pastor Juan Alonso bisa bertahan dalam menghadapi pelbagai macam tekanan dan ancaman hidup, apa pun bentuknya, termasuk kematian. 

Dalam perayaan Ekaristi hari ini kita bersyukur atas beatifikasi atau pemberian gelar Beato kepada tiga imam MSC, asal Spanyol, dan 7 awam pribumi Guatelama, pada tanggal 23 April lalu, di Guatemala, yang dipimpin oleh Duta Besar Vatikan atas nama Paus Fransiskus. Mereka itu adalah P. José María 
Gran Cirera MSC (ditembak mati pada 4 Juni 1980), P. Faustino Villanueva MSC (ditembak mati di kantor paroki pada 10 Juli 1980), P. Juan Alonso Fernandez MSC (ditembak mati pada 15 Februari 1981) dan 7 kaum awam yang menjadi pendamping pastoral mereka yang ditembak mati dalam kurun waktu yang sama.

Yang istimewa bagi kita MSC dan khususnya bagi keuskupan Manado adalah Beato Juan Alonso Fernandez, yang pernah berkarya sebagai pastor paroki Kokoleh pada tahun 1963-1965. Istimewa karena perkembangan Gereja di keuskupan ini ikut diwarnai oleh pelayanan seorang imam misionaris yang sekarang secara resmi digelar Beato oleh Gereja dan dengan demikian dimasukkan dalam daftar resmi para orang kudus. Kapan lagi peristiwa langka seperti ini akan terjadi? Kita ingat ungkapan Latin: “Sanguis martyrum semen Christianorum” (Darah para martir adalah benih orang-orang Kristiani atau dengan kata lain darah yang ditumpahkan oleh para martir menjadi benih bagi pertumbuhan iman umat/Gereja.

Sekarang ada seorang perantara bagi MSC dan Gereja keuskupan Manado, yang memancarkan keteladanan sangat berharga. Pada hari-hari menjelang beatifikasinya dan rekan-rekannya berita tentang siapa mereka dan bagaimana kisah sampai mereka diakui secara resmi oleh Gereja sebagai martir menyebar luas. 

Ada banyak kisah unik yang kita sudah dengarkan tentang P. Alonso. Semua kisah itu melukiskan dengan jelas semangat misioner, jiwa pelayanannya, pengorbanan, komitmen dan keberaniannya menghadapi situasi-situasi hidup yang secara jelas mengancam akan merenggut kehidupannya. Dia sungguh tahu apa artinya menjadi misionaris di tengah risiko-risiko hidupnya.Ada dua alasan mendasar dia dan rekan-rekannya dibenci dan tidak disenangi oleh para penguasa, khusus rezim militer Guatemala. 

Pertama, adalah tekad mereka untuk mewartakan Kristus dan cinta kasih-Nya, serta pilihannya mengutamakan kaum miksin (option for the poor). Dengan kata lain, 
motivasi terkuatnya untuk pilihan-pilihan yang sulit adalah cintanya kepada Kristus dan untuk kaum miskin yang tertindas. Ia memihak kepada penduduk asli, yang tanahnya dirampas oleh rezim atau junta militer. Olehnya ia semakin dibenci, dihina, diancam dan akhirnya ditembak mati. 

Pastor Alonso memiliki semangat rasul Paulus dengan mengutip: "Terkutuklah saya kalau saya tidak memberitakan Injil." Semangat atau jiwa misioner yang membara atau passionnya agar Yesus dikenal dan menjadi Juruselamat warga Guatemala sungguh luar biasa. Ketika tiba di Indonesia Pastor Alonso  menulis surat: 
"Sekarang saya menulis surat ini dari tanah jauh kepulauan Indonesia, di mana saya baru saja tiba, terdorong oleh semangat misioner yang sama, seperti selalu demikian." 

Selama dua tahun sebagai Pastor Kokoleh ia tidak membatasi diri untuk wilayah kerjanya saja. Tetapi ke mana saja motor besarnya bisa membawa dia, dia pergi, dari Kokoleh sampai ke Belang dan sekitarnya. Jalan yang terputus oleh sungai yang belum mempunyai jembatan tidak menjadi halangan untuk dia; dia menyeberang sungai sambil memikul motor besarnya. Jubah putihnya dengan salib sering sudah kotor karena debu, jalan berbecek, dst, tidak merintangi perjalanan misionernya. 

Dia menulis: "Kuda Guatemala di sini berbentuk suatu sepeda motor yang kuat, yang melompat di lintasan-lintasan lumpur.... Sepeda motor itu hanya dapat mencapai dua dari tiga belas kampung. Kesehatan saya baik. Cuaca luar biasa panas. Ada banyak malaria. Saya mendapatnya beberapa kali, tetapi itu tidak berbahaya, dan juga tidak mengurungmu di tempat tidur....” Sapi besar bertanduk pun roboh dengan satu plintiran tangannya. 

Dalam perjalanan pastoralnya di salah satu kampung di Minahasa ia diundang makan. Ia terkejut melihat hidangan dan menulis: “Pada awalnya, melihat tikus-tikus itu, utuh, dipanggang di atas api, aku tidak bisa menghindari perasaan jijik dan kehilangan nafsu makan total. Tapi aku juga segera menyadarkan diriku bahwa aku tidak bisa menolak undangan ini dan tak mau dianggap hanya ingin menyenangkan keluarga yang mengundang saya dan orang-orang yang merayakan kedatangan saya. Tanpa berpikir panjang, saya memotong hewan-hewan itu menjadi potongan-potongan kecil, memejamkan mata, mengunyah dan menelan makanan itu. 
Dalam sekejap, seekor tikus dan dua kelelawar telah masuk ke sistem pencernaan saya, dan tanpa terjadi apa-apa, saya senang menyadari bahwa tubuh saya siap menghadapi jenis serangan yang tak terduga ini.”

Sifat avonturir atau pengelana atau penjelajahnya (explorer) berkembang menjadi jiwa dan semangat misionernya. Semangat, jiwa, passion misionernya ini sangat jelas dalam pelayanan-pelayanannya yang tidak kenal, tanpa pamrih, baik di Guatemala maupun di Indonesia. Lagi pula semangat misionernya ini menyatu dengan sifat dan fisiknya yang kokoh kuat, kemampuan serta keberaniannya untuk mengambil risiko, tetapi terutama pada imannya yang mendalam seperti Abraham, yang meninggalkan negerinya tanpa tahu jelas ke mana ia diutus.

Ia menerima perutusan ke mana saja dalam semangat ketaatan. P. Alonso suka menghadapi pilihanpiihan yang sulit dan ia selalu memilih jalan yang paling sulit dan berisiko. Misalnya di El Quiché ketika situasi makin gawat ia justru mendesak kepada pimpinannya agar ia diperbolehkan pergi ke wilayah utara di mana bahaya lebih besar dari tempat-tempat lain. Dalam suatu pertemuan antara para religius dan Uskup, ketika diumumkan bahwa P. Alonso bersedia untuk berangkat ke wilayah utara El Quiché yang penuh ancaman dan bahaya, para peserta memberikan tepuk tangan yang hangat. 

Pastor Alonso memang siap untuk menghadapi kesulitan apa pun. Ia memilih yang lebih bahkan paling sulit. Selama bertahun-tahun, sebagaimana ia nyatakan dalam ‘retret misioner’nya, ia telah merenungkan teks-teks KS seperti: “Yesus datang untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya” (Mat 20:28). “Aku tidak mencari kesenanganku sendiri” (Roma 15:3). “Celakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Kor 9:16). “Firman Tuhan tidak terbelenggu” (2 Tim 2:9). Ia ingin agar Kristuslah yang menjadi besar. “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30). Ia juga tidak ingin mencari kenyamanan-kenyamanan sendiri atau tidak mencari untuk menyenangkan diri sendiri. Ketika ia menyadari bahwa risiko semakin besar ia semakin mengidentifikasikan dengan Kristus. “Identitas seorang imam harus dicari dalam Kristus sendiri…. 

Salah satu sikap dalam kepribadian Kristus yang paling mengesankan saya adalah kesiapsediaan-Nya yang mutlak bagi Bapa dan umat 3
manusia. Firasatnya akan segera dibunuh dirasakannya. Ia menulis: “Saya mempunyai firasat bahwa saya ada dalam bahaya. Saya sama sekali tidak ingin mereka membunuh saya, tetapi juga saya tidak punya maksud apa pun untuk meninggalkan umat ini karena takut. Sekali lagi saya mengingat kata-kata St Paulus: ‘Siapakah yang dapat memisahkan dari kasih Kristus’ (Roma 8:35). Kutipan Paulus ini menjadi kekuatan utamanya. 

Menjelang ia dibunuh ia diinterogasi, dihina dan dituduh oleh militer dan dipaksa untuk membuat pengakuan yang menyenangkan mereka. Ia dituduh komunis, subversif, dst. Pada akhirnya, militer mencari kesempatan untuk membunuh dia. Mereka berhasil menghadang dia, dalam perjalanan pastoralnya, di suatu perbukitan. Ia direnggut dari sepeda motornya yang dibuang ke jurang, dia sendiri didorong ke jurang, lalu tiga tembakan terakhir menghilangnya nyawanya. Hari 15 Februari 1981 adalah hari ia dibunuh dalam usia 47 tahun. Di tempat di mana ia ditembak kini terdapat suatu monumen salib sebagai pertanda tempat itu menjadi holy ground (tanah kudus). Pada hari-hari sebelum dia dibunuh ia berkata, sambil memegang salib: “Saya menjadi imam karena salib ini, dan jika saya harus mati karena salib ini, inilah saya.”

Ada juga hal menarik dari kisah para martir ini ialah ketika yang pertama (P. José María) dimakamkan para konfrater ikut memikul peti jenasah dan saling bertanya: Berikut, giliran siapa? Ternyata berikut adalah giliran P. Faustino. Pertanyaan yang sama diajukan pada waktu para konfrater memikul peti 
jenasah P. Faustino ke pemakaman. Di antara yang bertanya adalah P. Alonso, dan berikut adalah gilirannya.

Kisah-kisah tentang hidup, pengabdian, pelayanan dan kemartiran mereka memberikan banyak pesan untuk kita sekarang ini. Kemartiran sekarang bisa bermakna sebagai pemberian diri, pengorbanan dan komitmen hingga akhir, kerja giat tanpa pamrih, serius tidak asal jadi, tuntas dan setia pada tugas serta 
tanggung jawab yang diberikan.

Secara khusus P. Alonso telah menjadi berkat besar bagi keuskupan Manado dan para MSC. Dari surga ia akan terus menjaga dan membantu pertumbuhan dan perkembangan Gereja keuskupan Manado. Ia akan menjadi pelindung keuskupan ini. Sebagai bentuk penghormatan yang menetap di keuskupan 
Manado, perkenankanlah saya mengusulkan atau menyarankan: 
1. Tanggal kemartirannya ialah 15 Februari atau tanggal yang ditetapkan sebagai peringatan liturgisnya 4 Juli dimasukkan ke dalam kalender liturgi keuskupan Manado. 
2. Ada paroki, stasi atau gereja atau sekolah atau apa saja yang cocok, yang diberi nama sesuai namanya, misalnya paroki Beato Juan Alonso Fernandez Likupang atau Pinilih….Tuhan memberkati. Amin. 
 

Pewarta : Guido Merung
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024