Makassar (ANTARA Sulsel) - Tafsiran teroris harus ditolak, karena media barat memberikan stigma kepada pelaku teror di negara-negara berkembang sebagai teroris dengan jumlah korban yang lebih sedikit dibandingkan peristiwa kemanusiaan yang terjadi Palestina.

"Tafsiran teroris itu perlu ditolak dan itu harus diredefinisi," kata mantan Perdana Menteri Malaysia Tun Dr Mahathir Muhammad pada jumpa pers di Rumah Sakit Penelitian (RSP) Universitas Hasanuddin (unhas), Makassar, Kamis.

Dia mengatakan, arti teroris sendiri sesuai definisi umum adalah
orang yang menyebabkan rasa tidak aman, ketakutan dan mengancam jiwa seseorang atau kelompok masyarakat.

Karena itu, lanjutnya, pelaku teror di negara-negara berkembang seperti Asia yang dicap sebagai teroris oleh dunia barat, juga harus diberlakukan kepada pelaku teror dengan pelaku negara maju kepada negara yang tidak berdaya misalnya serangan Israel ke Gaza yang membunuh sekitar seribu orang yang tidak berdaya, termasuk anak-anak dan perempuan.

"Jadi siapa pun yang melakukan teror dengan mengancam dan menimbulkan ketakutan itu adalah teroris, termasuk tentara Israel dan Amaerika juga teroris" ujarnya.

Menyoal adanya kelompok-kelompok ekstrim di negara ASEAN yang melakukan teror bom atau menghilangkan nyawa sejumlah orang, ia mengatakan, muara persoalannya terletak dari kasus pendudukan Israel di Palestina itu.

Menurutnya, korban kemanusian di Palestina membuat masyarakat muslim dunia menjadi berang, sehingga ada yang menggunakan cara-cara an-ortodoks dengan mengikatkan bom pada dirinya dan meletupkannya.

Hal itu dilakukan, sebagai bentuk protes terhadap perlakuan rakyat Palestina yang berada di Negara Timur Tengah. Meskipun negara sekitarnya umumnya menganut Agama Islam, namun Palestina tidak mendapat bantuan.

(T.S036/S016)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024