Jakarta (ANTARA) - Direktur Gizi Masyarakat Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dr. Dhian Dipo mengatakan banyaknya makanan siap saji dan makanan olahan dewasa ini berkontribusi meningkatkan obesitas dan kelebihan berat badan pada masyarakat Indonesia yang berujung pada kematian.
Hal itu karena makanan siap saji dan makanan olahan mengandung asupan garam, gula dan lemak yang lebih tinggi sehingga penimbunan gula, garam dan lemak dapat meningkatkan risiko kejadian kardiovaskuler atau risiko kematian.
"Persentase konsumsi gula, garam dan lemak semakin naik karena banyaknya makanan siap saji dan makanan olahan yang dimakan," kata Dr. Dhian di acara seminar daring bertajuk "Cerdas Baca Label Kemasan, Hindari Risiko Obesitas" di Jakarta, Kamis.
Sejumlah faktor yang mempengaruhi obesitas yakni faktor lingkungan yang tidak mendukung untuk beraktivitas, pola makan tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik dan faktor budaya.
"Faktor budaya misalnya penampakan gemuk dianggap sebagai kemakmuran. Balita gemuk dianggap lucu. Itu mempengaruhi obesitas ini jadi biasa," kata Dhian.
Pihaknya menggambarkan bahwa saat ini jumlah orang yang mengalami obesitas di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan.
"25 persen usia 18 tahun ke atas di perkotaan mengalami obesitas. Sedangkan di pedesaan, usia 18 tahun ke atas yang obesitas ada 17,8 persen. Kebanyakan (obesitas) di kota, karena di desa masih ada aktivitas fisik," katanya.
Hal ini disebabkan 95,5 persen masyarakat kurang mengkonsumsi buah dan sayuran. Selain itu satu dari tiga penduduk di Indonesia atau 33,5 persen penduduk tercatat kurang melakukan aktivitas fisik.
Pihaknya mencatat sejak 2007 hingga 2017, pola konsumsi makanan memiliki kontribusi utama terhadap kesakitan dan kematian di Indonesia.
Hampir setengah jumlah penduduk Indonesia konsumsinya kurang dari 70 persen angka kecukupan gizi. Selain itu sekitar 1/3 penduduk mengkonsumsi < 80 persen angka kecukupan protein.
Dhian menuturkan pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi serealia/ padi-padian sebesar 50 persen. Kedua, protein hewani (12 persen) dan selanjutnya minyak dan lemak (10 persen). Sementara konsumsi sayur dan buah di urutan buncit yang hanya 6 persen.
Dominansi serealia pada pola konsumsi masyarakat inilah yang menjadi penyebab obesitas yang berdampak pada risiko kesakitan dan kematian.
Hal itu karena makanan siap saji dan makanan olahan mengandung asupan garam, gula dan lemak yang lebih tinggi sehingga penimbunan gula, garam dan lemak dapat meningkatkan risiko kejadian kardiovaskuler atau risiko kematian.
"Persentase konsumsi gula, garam dan lemak semakin naik karena banyaknya makanan siap saji dan makanan olahan yang dimakan," kata Dr. Dhian di acara seminar daring bertajuk "Cerdas Baca Label Kemasan, Hindari Risiko Obesitas" di Jakarta, Kamis.
Sejumlah faktor yang mempengaruhi obesitas yakni faktor lingkungan yang tidak mendukung untuk beraktivitas, pola makan tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik dan faktor budaya.
"Faktor budaya misalnya penampakan gemuk dianggap sebagai kemakmuran. Balita gemuk dianggap lucu. Itu mempengaruhi obesitas ini jadi biasa," kata Dhian.
Pihaknya menggambarkan bahwa saat ini jumlah orang yang mengalami obesitas di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan.
"25 persen usia 18 tahun ke atas di perkotaan mengalami obesitas. Sedangkan di pedesaan, usia 18 tahun ke atas yang obesitas ada 17,8 persen. Kebanyakan (obesitas) di kota, karena di desa masih ada aktivitas fisik," katanya.
Hal ini disebabkan 95,5 persen masyarakat kurang mengkonsumsi buah dan sayuran. Selain itu satu dari tiga penduduk di Indonesia atau 33,5 persen penduduk tercatat kurang melakukan aktivitas fisik.
Pihaknya mencatat sejak 2007 hingga 2017, pola konsumsi makanan memiliki kontribusi utama terhadap kesakitan dan kematian di Indonesia.
Hampir setengah jumlah penduduk Indonesia konsumsinya kurang dari 70 persen angka kecukupan gizi. Selain itu sekitar 1/3 penduduk mengkonsumsi < 80 persen angka kecukupan protein.
Dhian menuturkan pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi serealia/ padi-padian sebesar 50 persen. Kedua, protein hewani (12 persen) dan selanjutnya minyak dan lemak (10 persen). Sementara konsumsi sayur dan buah di urutan buncit yang hanya 6 persen.
Dominansi serealia pada pola konsumsi masyarakat inilah yang menjadi penyebab obesitas yang berdampak pada risiko kesakitan dan kematian.