Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta para nasabah untuk mencermati tawaran "cashback" atau pemberian uang tunai dari perbankan, termasuk bunga, sebab akan berdampak pada simpanan yang tidak dijamin oleh lembaga tersebut.
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan (PLPS) Nomor 2/PLPS/2010 Pasal 42 ayat (2) menyatakan bahwa pemberian uang dalam rangka penghimpunan dana juga termasuk komponen penghitungan bunga.
"Sebelum terjadi kegagalan bank, LPS bisa menangani lebih awal, termasuk pencairan klaim dana nasabah yang dijamin LPS, namun tetap harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan, termasuk coverage penjaminan," kata Kepala Divisi Perumusan Kebijakan LPS, Advis Budiman dalam Media Workshop "LPS Bangun Sinergi dengan Media di Jawa Timur" yang diselenggarakan secara daring dan dipantau di Malang, Jawa Timur, Jumat.
Coverage penjaminan sebesar Rp2 miliar bagi nasabah tersebut, kata Advis, hampir sama dengan yang diberlakukan di Amerika Serikat (AS). Coverage penjaminan tersebut sudah cukup besar dibandingkan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 160 ribu US dolar.
Sementara itu, Sekretaris LPS, Muhammad Yusron mengemukakan jika perhitungan cashback dan bunga yang diperoleh nasabah melebihi tingkat bunga penjaminan, simpanan tidak dijamin LPS.
Klaim penjaminan simpanan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan yang mencakup 3T, yakni tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diperoleh nasabah bank tidak melebihi bunga penjaminan LPS dan tidak menyebabkan bank menjadi bank gagal (misalnya memiliki kredit macet).
Menurut Yusron, nasabah tidak perlu ragu untuk menabung di bank, karena sudah ada LPS yang menjamin simpanan hingga maksimum Rp2 miliar per nasabah per bank. "Agar simpanannya dijamin, kami imbau kepada para nasabah bank untuk memenuhi syarat-syarat penjaminan simpanan LPS. Syaratnya ialah 3 T,” paparnya.
Berdasarkan data klaim penjaminan per Januari 2021, total simpanan atas bank yang dilikuidasi LPS per Januari 2021 ialah Rp1,99 triliun. Dari total simpanan tersebut, Rp1,62 triliun (81,5 persen) yang dinyatakan layak bayar dan telah dibayarkan LPS kepada 248.585 nasabah bank.
Selain itu, ada Rp369,5 miliar (18,5 persen) milik 17.649 nasabah bank yang dilikuidasi dan dinyatakan tidak layak bayar, karena tidak memenuhi ketentuan LPS (syarat 3T).
Persentase paling besar dari simpanan yang tidak layak bayar, yakni 77 persen atau sebesar Rp284,4 miliar disebabkan bunga simpanan yang diterima nasabah melebihi tingkat bunga penjaminan LPS.
“Informasi mengenai penjaminan simpanan ini perlu disampaikan kepada masyarakat untuk menjaga kepercayaan dan ketenangan nasabah perbankan dalam menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian nasional selama pandemi," tuturnya.
Pada kesempatan itu, Yusron mengatakan LPS sebagai otoritas penjaminan dan resolusi bank melakukan berbagai kebijakan dalam mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun 2020 sampai saat ini, di antaranya ialah mendapatkan wewenang baru untuk menempatkan dana di bank serta kebijakan relaksasi berupa keringanan denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan oleh bank kepada LPS.
Ia menambahkan dalam rangka menjalankan tugasnya, LPS terus melakukan berbagai upaya untuk memperkuat strategi resolusi bank, termasuk melalui koordinasi yang erat dengan lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Selain itu, beberapa penyempurnaan proses resolusi bank juga dijalankan dalam bentuk percepatan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dilikuidasi, penyempurnaan integrasi pelaporan bank, dan beberapa kebijakan resolusi bank lainnya.
Acara media workshop diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, pada 25-27 Februari 2021.
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan (PLPS) Nomor 2/PLPS/2010 Pasal 42 ayat (2) menyatakan bahwa pemberian uang dalam rangka penghimpunan dana juga termasuk komponen penghitungan bunga.
"Sebelum terjadi kegagalan bank, LPS bisa menangani lebih awal, termasuk pencairan klaim dana nasabah yang dijamin LPS, namun tetap harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan, termasuk coverage penjaminan," kata Kepala Divisi Perumusan Kebijakan LPS, Advis Budiman dalam Media Workshop "LPS Bangun Sinergi dengan Media di Jawa Timur" yang diselenggarakan secara daring dan dipantau di Malang, Jawa Timur, Jumat.
Coverage penjaminan sebesar Rp2 miliar bagi nasabah tersebut, kata Advis, hampir sama dengan yang diberlakukan di Amerika Serikat (AS). Coverage penjaminan tersebut sudah cukup besar dibandingkan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 160 ribu US dolar.
Sementara itu, Sekretaris LPS, Muhammad Yusron mengemukakan jika perhitungan cashback dan bunga yang diperoleh nasabah melebihi tingkat bunga penjaminan, simpanan tidak dijamin LPS.
Klaim penjaminan simpanan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan yang mencakup 3T, yakni tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan yang diperoleh nasabah bank tidak melebihi bunga penjaminan LPS dan tidak menyebabkan bank menjadi bank gagal (misalnya memiliki kredit macet).
Menurut Yusron, nasabah tidak perlu ragu untuk menabung di bank, karena sudah ada LPS yang menjamin simpanan hingga maksimum Rp2 miliar per nasabah per bank. "Agar simpanannya dijamin, kami imbau kepada para nasabah bank untuk memenuhi syarat-syarat penjaminan simpanan LPS. Syaratnya ialah 3 T,” paparnya.
Berdasarkan data klaim penjaminan per Januari 2021, total simpanan atas bank yang dilikuidasi LPS per Januari 2021 ialah Rp1,99 triliun. Dari total simpanan tersebut, Rp1,62 triliun (81,5 persen) yang dinyatakan layak bayar dan telah dibayarkan LPS kepada 248.585 nasabah bank.
Selain itu, ada Rp369,5 miliar (18,5 persen) milik 17.649 nasabah bank yang dilikuidasi dan dinyatakan tidak layak bayar, karena tidak memenuhi ketentuan LPS (syarat 3T).
Persentase paling besar dari simpanan yang tidak layak bayar, yakni 77 persen atau sebesar Rp284,4 miliar disebabkan bunga simpanan yang diterima nasabah melebihi tingkat bunga penjaminan LPS.
“Informasi mengenai penjaminan simpanan ini perlu disampaikan kepada masyarakat untuk menjaga kepercayaan dan ketenangan nasabah perbankan dalam menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian nasional selama pandemi," tuturnya.
Pada kesempatan itu, Yusron mengatakan LPS sebagai otoritas penjaminan dan resolusi bank melakukan berbagai kebijakan dalam mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun 2020 sampai saat ini, di antaranya ialah mendapatkan wewenang baru untuk menempatkan dana di bank serta kebijakan relaksasi berupa keringanan denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan oleh bank kepada LPS.
Ia menambahkan dalam rangka menjalankan tugasnya, LPS terus melakukan berbagai upaya untuk memperkuat strategi resolusi bank, termasuk melalui koordinasi yang erat dengan lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Selain itu, beberapa penyempurnaan proses resolusi bank juga dijalankan dalam bentuk percepatan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang dilikuidasi, penyempurnaan integrasi pelaporan bank, dan beberapa kebijakan resolusi bank lainnya.
Acara media workshop diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, pada 25-27 Februari 2021.