Kuala Lumpur (ANTARA) - Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin menghadap Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah di Istana Abdul Aziz Negara Bagian Pahang, Jumat, untuk meminta pengesahan Undang-Undang Langkah Sementara Mengatasi Dampak COVID-19.
Menteri di Kantor Perdana Menteri Bidang Parlemen dan Undang-Undang, Dato' Takiyuddin bin Hassan mengatakan pemerintah setuju terhadap usaha mengurangi dampak COVID-19 bagi kesehatan, perekonomian individu dan perusahaan.
Diantara langkah yang diambil adalah Undang-Undang COVID-19 yang disahkan di parlemen pada 25 Agustuss 2020 dan senat pada 22 September 2020 dan dijadwalkan diterbitkan pada 23 Oktober 2020 setelah mendapat persetujuan Yang di-Pertuan Agong.
"Undang-undang ini akan berlaku selama dua tahun mulai 23 Oktober atau tanggal dan tempo berlaku yang telah diperuntukkan pada bagian-bagian yang berkaitan dengan undang-undang ini," katanya.
Pada masa yang sama, ujar Takiyuddin, pihak-pihak yang bertikai bisa menyelesaikan pertikaian secara baik tanpa melibatkan proses
perbicaraan undang-undang di mahkamah melalui Pelayanan Pengantaraan Pusat Mediasi COVID-19 (PMC-19) yang dibentuk dibawah Jabatan Perdana Menteri.
"Pelayanan pengantaraan yang akan dijalankan melalui PMC-19 adalah terbuka kepada semua pihak dengan nilai pertikaian RM300,000 ke bawah," katanya.
Sementara itu pemimpin oposisi Dato' Sri Anwar Ibrahim menyatakan sangat prihatin dengan laporan yang ingin diterapkan oleh pemerintah tentang tindakan darurat untuk mengekang proses parlementer.
"Hari ini, kami memiliki pemerintah yang tidak memiliki legitimasi dan yang tahu akan gagal menunjukkannya dukungan mayoritas di parlemen dan menggunakan krisis COVID-19 sebagai alasan untuk membenarkan penyalahgunaan kekuasaannya," katanya.
Menteri di Kantor Perdana Menteri Bidang Parlemen dan Undang-Undang, Dato' Takiyuddin bin Hassan mengatakan pemerintah setuju terhadap usaha mengurangi dampak COVID-19 bagi kesehatan, perekonomian individu dan perusahaan.
Diantara langkah yang diambil adalah Undang-Undang COVID-19 yang disahkan di parlemen pada 25 Agustuss 2020 dan senat pada 22 September 2020 dan dijadwalkan diterbitkan pada 23 Oktober 2020 setelah mendapat persetujuan Yang di-Pertuan Agong.
"Undang-undang ini akan berlaku selama dua tahun mulai 23 Oktober atau tanggal dan tempo berlaku yang telah diperuntukkan pada bagian-bagian yang berkaitan dengan undang-undang ini," katanya.
Pada masa yang sama, ujar Takiyuddin, pihak-pihak yang bertikai bisa menyelesaikan pertikaian secara baik tanpa melibatkan proses
perbicaraan undang-undang di mahkamah melalui Pelayanan Pengantaraan Pusat Mediasi COVID-19 (PMC-19) yang dibentuk dibawah Jabatan Perdana Menteri.
"Pelayanan pengantaraan yang akan dijalankan melalui PMC-19 adalah terbuka kepada semua pihak dengan nilai pertikaian RM300,000 ke bawah," katanya.
Sementara itu pemimpin oposisi Dato' Sri Anwar Ibrahim menyatakan sangat prihatin dengan laporan yang ingin diterapkan oleh pemerintah tentang tindakan darurat untuk mengekang proses parlementer.
"Hari ini, kami memiliki pemerintah yang tidak memiliki legitimasi dan yang tahu akan gagal menunjukkannya dukungan mayoritas di parlemen dan menggunakan krisis COVID-19 sebagai alasan untuk membenarkan penyalahgunaan kekuasaannya," katanya.